Jelang Satu Dekade, Iuran Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan Bertahan 3 Persen

 


POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Sejak berlaku 1 Juli 2015 sampai sekarang, iuran program jaminan pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan masih sebesar 3 persen dari upah bulanan pekerja. Pemerintah terus mengkaji nilai iuran jaminan pensiun yang sesuai guna memperpanjang ketahanan dana program jaminan pensiun.

Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, untuk program jaminan pensiun, aset dana jaminan sosialnya diproyeksikan dapat membiayai manfaat program hingga akhir 2072 dengan menggunakan iuran jaminan pensiun sebesar 3 persen yang berlaku saat ini. Apabila hanya mengandalkan iuran tanpa hasil investasi dan dana kelolaan, ketahanan dana cukup hingga tahun 2056.

Dari rasio klaim, dokumen yang sama menyebutkan, dengan mempertimbangkan eligibilitas manfaat pensiun normal, rasio klaim per Juni 2023 adalah 5 persen. Rasio klaim ini sudah termasuk pembayaran manfaat pensiun untuk kasus meninggal dunia, cacat total tetap, serta pengambilan manfaat secara lump sum (keseluruhan).

Kendati aset dana jaminan sosial jaminan pensiun diproyeksikan bertahan sampai tahun 2072, kewajiban aktuaria akan muncul setelah tahun 2051. Sebab, distribusi peserta usia muda tinggi.

Guna memperpanjang ketahanan dana program jaminan pensiun, pemerintah sebagaimana disebut dalam Nota Keuangan RAPBN 2024 terus melakukan kajian nilai iuran jaminan pensiun yang sesuai, pengelolaan aset, dan investasi sebagai langkah mitigasi risiko pendanaan program.
Koordinator Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar saat dihubungi, Kamis (11/4/2024), di Jakarta, mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun mengamanatkan, persentase iuran jaminan pensiun paling cepat tiga tahun dievaluasi sejak program mulai berjalan 1 Juli 2015. Persentase iuran harus disesuaikan menuju 8 persen.

Kenaikan persentase iuran yang diamanatkan dalam PP bertujuan untuk menjadi salah satu pendukung ketahanan aset. Akan tetapi, sampai sekarang, pemerintah belum memutuskan untuk meningkatkan persentase iuran. Padahal, pada tahun 2030 atau 15 tahun setelah jaminan pensiun beroperasi sudah ada peserta yang menerima manfaat masa iur.

”Proyeksi defisit aset jaminan pensiun ini hanya berlaku bagi peserta penerima upah. Sebab, peserta informal atau disebut juga bukan penerima upah (BPU) tidak tergolong sebagai peserta jaminan pensiun,” ujarnya.

Deputi Bidang Aktuaria dan Riset Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan, Arief Dahyan Supriadi, mengatakan, jaminan pensiun bukan program yang main-main. Negara bisa kolaps karena ketahanan aset jaminan pensiun merosot.

”Dengan memakai asumsi kondisi demografi penduduk, inflasi, produk domestik bruto, kenaikan upah, dan hasil investasi, aset jaminan pensiun diperkirakan habis pada 2072. Orang berpikir tahun 2072 masih lama, tetapi pemberian manfaat berkala akan mulai marak tahun 2065. Jadi, durasi ketahanan dana jaminan pensiun hanya sekitar 7 tahun (dari 2065 ke 2072),” ujarnya saat menjadi narasumber di acara ”Expert Talk Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan”, Kamis (4/4/2024), di Jakarta.

Menurut Arief, rasio keuangan aset neto jaminan pensiun saat ini Rp 167 triliun. Meski nilai aset neto ini terlihat besar, sebenarnya dengan jumlah peserta aktif mencapai 14 juta, masih ada kewajiban peserta memenuhi total sekitar Rp 400 triliun. Pada Februari 2024, solvabilitas jaminan pensiun sebesar 41,33 persen.

Beberapa negara di Asia, Arief melanjutkan, telah memiliki ketahanan aset jaminan pensiun yang lebih panjang dibandingkan dengan Indonesia. Di Filipina, pada periode jaminan pensiun sudah mencairkan manfaat berkala mulai marak (mature period), ketahanan dana jaminan pensiunnya telah mencapai 33 tahun.

”Dalam kurun waktu 8 tahun jaminan pensiun berdiri, Pemerintah Korea Selatan dan Thailand telah menaikkan iuran jaminan pensiun menjadi 6–8 persen. Dengan memakai durasi yang sama, Indonesia belum pernah menaikkan persentase iuran jaminan pensiun. Masih 3 persen,” tuturnya.

Dalam kurun waktu 8 tahun jaminan pensiun berdiri, Pemerintah Korea Selatan dan Thailand telah menaikkan iuran jaminan pensiun menjadi 6–8 persen

Ketahanan aset jaminan pensiun secara jangka panjang, menurut Timboel, bisa dilakukan lewat cara lain di luar menaikkan persentase iuran. Salah satunya adalah dengan menempatkannya di instrumen investasi yang memberikan imbal hasil lebih tinggi.

Solusi lainnya yaitu membuka akses program jaminan pensiun untuk BPU supaya jumlah peserta yang mengiur bertambah. Berdasarkan pengamatannya, sejumlah pekerja formal atau penerima upah yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) beralih profesi menjadi wiraswasta yang berarti dapat digolongkan BPU.

Mereka pun pada akhirnya tua. Ketika mendapat kesempatan mengikuti program jaminan pensiun sekalipun bayar sendiri seluruh nilai iuran, mereka tetap bisa menerima manfaat 15 tahun masa iur.

Sementara itu, Social Protection Manager International Labour Organization (ILO) untuk Indonesia, Ippei Tsuruga, Kamis (11/4/2024), menekankan, Indonesia mulai memasuki populasi penduduk tua. Sekitar 7 persen dari total populasi penduduk Indonesia sekarang sudah berusia 65 tahun ke atas. Pada 2045, penduduk lanjut usia (lansia) diproyeksikan naik menjadi 14 persen dari total populasi penduduk.

”Untuk menciptakan dana pensiun yang berkelanjutan dan memadai, negara mana pun akan membutuhkan banyak waktu. Memperluas cakupan pensiun, kami menyarankankan Indonesia memerlukan sistem asuransi sosial dan skema subsidi pensiun yang terintegrasi,” ujarnya.

Sementara itu, komisioner Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Soeprayitno, saat dikonfirmasi, mengatakan, kelompok usia produktif melihat isu pensiun seharusnya tidak dibatasi usia tertentu, tetapi berdasarkan jenis pekerjaan dan kemampuan dalam bekerja. Selain itu, belum ada peraturan yang secara jelas mengatur batasan pensiun karena terdapat perbedaan pengertian batasan pensiun.

Kesejahteraan merupakan hal yang penting di masa lansia. Di Indonesia, kelompok lansia perempuan memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada usia 60-74 tahun. Sementara tingkat kemiskinan warga lansia laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan pada usia 75 tahun ke atas.

Terpisah, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tasikmalaya, Zeddy Agusdien menyambut baik atas kajian nilai iuran jaminan pensiun yang dilakukan oleh pemerintah selama dapat berdampak positif kepada seluruh pihak,

“Semoga apa yang telah dikaji berdampak positif kepada seluruh pihak khususnya bagi para peserta yang terdaftar pada program tersebut, sehingga para peserta dapat merasakan manfaatnya pada masa pensiun dengan sejahtera dan hidup berkualitas”, pungkas Zeddy.

Loading...

loading...

Feeds