Generasi Umat Disasar Moderasi ala Barat

DEWASA ini kesadaran umat dalam menjalankan aturan Islam terasa kian menguat. Terlebih di kalangan generasi muda, keinginan mereka untuk menjalankan syariat mulai tampak dari menjamurnya kajian-kajian yang dimotori oleh para asatiz millenials. Namun di balik itu, arus moderasi pun makin masif digelorakan dengan beragam cara. Dimana yang disasar adalah kelompok muda sebagai generasi penerus umat.


Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini. Kementerian Agama melalui Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Mumammad Zain mengarahkan para pengajar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) untuk senantiasa komprehensif dalam menjelaskan materi ajar. Arahan ini disampaikan secara daring pada Workshop Pengembangan Kompetensi Guru SKI MA/MAK. Ia mengungkapkan bahwa hal itu wajib diupayakan agar generasi muda memiliki pandangan moderat dalam berislam. (kemenag.go.id, 26/2/2021)

Tentu sebuah hal yang teramat penting, mengenalkan sejarah Islam di masa lalu secara komprehensif. Hal itu dibutuhkan agar generasi memahami terkait para pendahulu mereka. Paham betapa Islam pernah berjaya menjadi mercusuar dunia dalam beragam hal kebaikan. Syariat Islam saat itu dijalankan secara sempurna di bawah institusi yang dinamakan Daulah Khilafah Islam. Keadilan dan kesejahteraan yang dipersembahkan oleh institusi Islam di masa lalu telah menghasilkan para filsuf, ulama dan ilmuwan terkemuka. Bahkan jejak ilmu yang ditinggalkan diakui dunia sebagai pionir dalam beragam penemuan teknologi dan pengetahuan dewasa ini.

Namun amat disayangkan, ketika proses pengenalan Sejarah Kebudayaan Islam justru disesatkan ke arah orientasi yang tak semestinya. Sejarah kecemerlangan Islam dianggap eksis dikarenakan peradaban kala itu bersifat inklusif dan toleran berdasarkan sudut pandang liberal. Komprehensifnya pengajaran sejarah Islam dikatakan akan berbanding lurus dengan output peserta didik yang moderat. Lha kok bisa?

Padahal jika benar ingin mengajarkan sejarah Islam secara komprehensif tentu sudah semestinya disampaikan secara menyeluruh (kaffah). Bukankah komprehensif itu bermakna luas dan lengkap (tentang ruang lingkup atau isi)? Itu yang ditunjukkan dalam Kamus KBBI daring.

Sementara ketika dikaji makna Islam moderat sendiri, kita akan dapati bahwa istilah tersebut tak pernah dikenal apalagi diajarkan oleh para ulama mu’tabar manapun di sepanjang sejarah Islam. Kata moderat baru mulai diperkenalkan beberapa dekade ini oleh Barat, melalui naskah yang dihasilkan oleh lembaga Think Tank Amerika, Rand Corporation. Mereka berusaha memberi labeling dan pengotakan umat Islam menjadi empat kelompok, berdasarkan ciri-ciri hasil klasifikasi mereka sendiri. Bahkan hal ini terendus sebagai upaya untuk mengadu domba umat agar kebangkitan Islam terhambat. Nah, salah satunya itu adalah apa yang mereka sebut Islam moderat (kompromistis).

Di kalangan umat sendiri ada yang berusaha mencocok-cocokannya dengan istilah washathiyah dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 143. Mereka mengungkapkan bahwa frasa ummatan washataha (umat pertengahan) sama dengan makna moderat. Padahal ulama mufasir semisal dalam Tafsir Al-Qurthubi dan Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maknanya adalah adil dan terbaik (pilihan). Sangat jauh sekali dengan moderat yang bermakna kompromistis atau senantiasa mengambil jalan tengah.

Jika mau lebih jeli, Islam moderat atau moderasi dalam Islam itu adalah satu frasa yang menghendaki umat Islam untuk menerima nilai-nilai Barat. Mulai dari nilai demokrasi, HAM, sekuler, dan seterusnya. Ia pun bermakna bahwa umat Islam wajib toleran dan manut pada apa yang menjadi kebijakan-kebijakan Barat. Hatta ketika nilai-nilai Barat itu sangat berseberangan dengan pemahaman Islam, dan kebijakan-kebijakannya zalim atas umat.

Bahkan proyek moderasi Islam itu sendiri sesungguhnya adalah grand design dalam rangka memastikan kebangkitan umat Islam tak pernah terjadi. Hal itu dikarenakan Barat paham betul bahwa ketika umat bangkit dan kembali menggenggam syariat Islam secara menyeluruh, eksistensi mereka akan goyah. Penjajahan ekonomi, budaya, dan politik yang selama ini menjadi metode baku mereka dalam menggenggam dunia akan terhalang.

Tak heran negara-negara Barat jor-joran sekali ketika mendanai berbagai washilah dan program-program pengarusan moderasi Islam. Mereka tak segan memberi “carrot” bagi siapapun yang mau menerimanya. Dan untuk pihak penentang, bersiaplah dengan “stick” yang teramat menyakitkan. Walhasil sebagian kalangan umat ada yang tertipu bahkan rida berada di samping Tuan-Tuan Barat. Mereka menerima bahkan turut menyukseskan meluasnya moderasi Islam.

Maka ketika kita dapati fakta komprehensifnya pengajaran sejarah Islam pada generasi umat dimaksudkan untuk memuluskan moderasi dalam berislam, lha dimana ketersambungannya?

Hal ini justru diduga kuat menjadi misi sistemik dalam mendistorsi pemahaman umat terkait sejarah Islam. Sehingga kebangkitan umat yang hakiki dengan terealisasinya setiap ajaran Islam di muka bumi bisa dipadamkan.

Sungguh dapat dipahami jika sebagian kalangan umat ada yang tertipu dengan masifnya kampanye moderasi yang ditawarkan Barat. Akarnya tentu karena kini sistem kapitalismelah yang dianut di negeri ini. Sistem ini bernafaskan sekuler yang meminggirkan peran agama dari kehidupan dan perpolitikan. Islam cukup diambil perkara ibadah mahdhah dan urusan pribadi saja. Sementara terkait kehidupan, berpolitik dan bernegara biarlah nilai-nilai Barat yang berlaku. Begitupun sistem pendidikan, baik kurikulum, metode, hingga bahan ajar yang menyertainya, semua bernafaskan sekulerisme. Berharap pengajaran komprehensif yang hakiki dalam mengenalkan sejarah Islam pada generasi di masa kapitalisme, ibarat pungguk merindukan bulan. Sungguh mustahil.

Padahal Islam berpandangan bahwa sejarah masa lalu itu wajib menjadi panduan bagi umat. Bahwa dahulu Islam pernah diterapkan secara sempurna (kaffah) dalam bingkai institusi tangguh yang bernama Daulah Khilafah. Dimana dalam kondisi demikian, adilnya syariat akan memberikan kesejahteraan dan perlindungan terbaik atas semua individu yang berada di bawah naungannya.

Dengan terealisasinya semua aturan-Nya, gelar khairu umat pun (umat terbaik) bisa teraih. Negaranya diperhitungkan dalam kancah internasional. Peradabannya termasyhur dan menjadi trend setter global. Bahkan tak sedikit umat agama lain yang lebih memilih dan rida untuk berada di bawah pengurusan Daulah Khilafah.

Itu semua wajib disampaikan secara runut dan komprehensif, tanpa ada satu pun yang ditutupi. Agar generasi umat paham dengan posisinya untuk menjadi bagian agent of change. Dalam rangka meraih kebangkitan hakiki yakni tegaknya izzul Islam wal muslimin (kemuliaan Islam dan kaum muslimin). Bukan justru tersesatkan paham moderasi ala Barat.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Oleh Yuliyati Sambas
(Pegiat Literasi Komunitas Penulis Bela Islam AMK)

Loading...

loading...

Feeds