POJOKBANDUNG.COM, JAKARTA – Analis pasar modal Hans Kwee menilai, secara umum pasar saham saat ini tidak terlalu bergejolak terkait pengesahan UU TNI.
Meski tentu ada penolakan terkait dengan kembalinya dwifungsi TNI.
“Seperti yang disampaikan oleh Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), penolakan terhadap dwifungsi ABRI adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Mengingat ini berakar dari reformasi 1998 yang menuntut penghapusan fungsi ganda TNI,” ujar Hans kepada Jawa Pos tadi malam (20/3/2025).
Dia mengingatkan, jika hal tersebut tidak ditangani dengan hati-hati, resistensi dari masyarakat dapat memicu demonstrasi yang berlarut-larut. Jika itu terjadi, bisa mengganggu stabilitas dan iklim investasi Indonesia.
“Demo yang berkepanjangan dapat menyebabkan kemacetan, menimbulkan kekhawatiran, dan merusak kepercayaan investor terhadap kondisi pasar,” imbuh ungkap dosen magister Fakultas Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya, Jakarta, itu.
Menurut dia, ketimbang memperluas fungsi TNI, ada usulan lain yang lebih logis.
Baca Juga :Bimtek Terintegrasi Rampung, 555 Petugas Haji Jabar Harus Berikan Pelayanan Terbaik
Yakni dengan menaikkan gaji prajurit untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Terkait dampak pada pasar saham, Hans menilai bahwa dampaknya tidak akan langsung terasa.
Namun, ketegangan politik yang muncul akibat protes masyarakat bisa mempengaruhi persepsi investor. Terutama dari kalangan asing.
Danantara dan Investasi
Hans juga menyinggung soal Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang digunakan untuk pengelolaan perusahaan BUMN. Badan tersebut seharusnya berfokus pada investasi yang menguntungkan dan tidak terbebani oleh penugasan yang tidak menguntungkan.
Jadi, bukan sekadar menjalankan penugasan pemerintah yang bisa merugikan.
“Jika terlalu banyak penugasan sosial, ini bisa menyulitkan Danantara dalam menarik investor asing,” beber Hans.
Sektor-sektor seperti data center dan energi baru terbarukan merupakan program prioritas pemerintah yang berpotensi menguntungkan jika dikelola dengan baik.
Danantara seharusnya dapat memainkan peran dalam mengoptimalkan aset dan kerja sama antar BUMN untuk menciptakan sinergi yang menguntungkan.
Meskipun Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang baik dan kinerja korporasi yang solid, masalah kepercayaan publik terhadap kebijakan ekonomi dan politik harus segera diperbaiki.
“Kepercayaan pasar perlu dipulihkan melalui kebijakan yang pro-pasar dan mendukung iklim investasi yang sehat,” katanya. (han/ttg/jawa pos)