WACANA sekolah tatap muka sepertinya menjadi agenda besar Kementerian Pendidikan Juli 2021 mendatang, dengan syarat semua guru sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 tahap pertama dan kedua. Termasuk Pemprov Jabar yang juga mengizinkan kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah dengan syarat dimaksud.
Respon senada ditunjukkan oleh Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung, Juhana. Pihaknya menargetkan sekolah tatap muka bisa dilakukan pasca guru-guru menjalani vaksinasi ditambah jeda waktu. Menurut Juhana vaksinasi tersebut merupakan langkah penting agar seseorang memiliki imun yang bagus, tidak rawan saat menjalani pembelajaran secara langsung serta ada penyesuaian secara bertahap. Misalnya kapasitas kelas dimulai 25 persen terlebih dahulu, 50 persen, dan seterusnya. Selanjutnya ada pengurangan jumlah siswa dan jumlah belajarnya. Diawali dua hari atau tiga hari, sehingga ada kombinasi antara daring dan luring.
Sementara itu, terkait pembelajaran daring, Juhana mengakui akibat pembelajaran daring membuat ratusan siswa lost kontak (tidak mengikuti pembelajaran secara intens) karena 4 persen dari total siswa tersebut tidak terjangkau sinyal dan tidak punya android. (Dikutip dari laman radarbandung.id, Jumat, 26/3/2021)
Langkah yang diambil dinas pendidikan sepertinya tidak cukup matang mempersiapkan suasana kondusif sekolah tatap muka, pasalnya, para siswa dan pegawai non pengajar tidak disyaratkan vaksinasi. Tidakkah ini langkah terburu-buru yang mengundang klaster baru?
Solusi Parsial Membuka Celah Kegagalan
Program vaksinasi Covid-19 memang telah direalisasikan pemerintah awal tahun 2021. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan kekebalan dalam tubuh agar masyarakat tidak terpapar virus Covid-19. Akan tetapi orang yang sudah melakukan vaksinasi tidak benar-benar bebas dari virus, masih berpeluang terpapar sekitar 10 persen sebagaimana pernyataan ahli kesehatan Hasbullah Thabrany.
Menurut Hasbullah vaksin Covid-19 bukan merupakan sejenis obat yang memiliki formula. Vaksin adalah bagian dari virus yang sudah dilemahkan atau tak mampu menyebarkan penyakit yang kemudian disuntikan ke tubuh.
Hasbullah juga mengatakan tingkat efektivitas vaksin Covid-19 sekitar 90 persen. Dengan demikian masih ada kemungkinan 10 persen tubuh yang sudah divaksin akan bisa terpapar virus. Itu sebabnya perlu proteksi ganda dengan menerapkan prokes 3M. (Kontan.co.id, Senin, 28/12/2020)
Oleh karena itu, vaksinasi sebetulnya bukan untuk menghentikan penularan, melainkan pertahanan tubuh terhadap serangan virus. Hal ini sangat berbahaya bagi pihak yang belum mendapat vaksinasi berpotensi memunculkan klaster baru. Maka, alasan vaksinasi guru, lost kontaknya siswa dan atau desakan para orangtua agar dibuka sekolah tatap muka jelas beresiko. Sebagaimana akibat yang ditimbulkan dari kebijakan new normal life yang telah memunculkan klaster pasar, kantor, pabrik hingga kasus mencengangkan adanya OTG di Sekolah Calon Perwira (SECAPA) AD Bandung, terkonfirmasi 200 siswanya positif.
Tindakan yang seharusnya dilakukan pemerintah sejak awal adalah karantina wilayah. Pisahkan antara warga sakit dengan yang sehat, terapkan 3T (tracing, testing and treatment) serta pemenuhan kebutuhan bagi warga terpapar secara optimal dan cuma-cuma. Dimulai sejak terpapar virus, saat penanganan dan sesudah pasien dinyatakan sembuh. Pelayanan ini bisa berupa pelayanan medis, pemberian nutrisi dan bekal untuk pemulihan sosial pasca isolasi mandiri.
Sayangnya, pelayanan tersebut tidak akan dijumpai dalam kehidupan kapitalistik saat ini. Negara sebagai insitusi sentral dan pengayom umat tak memiliki kecakapan komprehensif atasi individu per individu apalagi seluruh warganya karena sebab ideologi yang diembannya senantiasa bermotif manfaat bukan maslahat. Alih-alih memaksimalkan penanganan wabah, mengerahkan kas negara dan daerah, yang ada justru kran wisata dan pemulihan ekonomi menjadi solusi.
Selama pemerintah belum memiliki penanganan yang benar mengatasi permasalahan masyarakat akibat wabah, maka beragam program yang digulirkan hanya sekedar program yang bersifat parsial dan menciptakan kegagalan. Pandemi akan berubah menjadi endemi. Lama, berlarut-larut dan menetap.
Islam adalah Solusi Komprehensif
Islam memiliki kekayaan konsep dan pemikiran cemerlang yang bersifat praktis. Terpancar dari akidah Islam yang sahih yang bersumber dari peta kehidupan yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Islam telah mengajarkan bagaimana cara menangani suatu kondisi saat wabah menjangkiti suatu daerah. Melarang mendekati orang sakit, dan tidak boleh keluar dari tempat tersebut. Rasulullah saw. bersabda:
“Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, maka jangan kalian memasukinya. Dan jika wabah terjadi di tempat kalian berada, maka jangan keluar darinya.” (HR. al-Bukhari)
Pemimpin dalam pemerintahan Islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. akan bersegera melakukan lock down, social distancing, Physical distancing dan 3T (Tracing, Testing, Treatment) yakni pemantauan, pengecekan dan pemulihan bagi warga terinfeksi. Sementara warga sehat bisa melakukan aktivitas secara normal.
Fasilitas negara berupa pelayanan medis dan rumah sakit akan disediakan secara gratis dan maksimal hingga pasien benar-benar sehat. Bahkan negara akan mencukupi kebutuhan pasien saat kembali ke rumahnya sebagai wujud perhatian negara untuk menggembirakan warganya.
Para ilmuwan di masa pemerintahan Islam didorong untuk menemukan obat dan perawatan baru melalui penelitian dan pengembangan tanpa mencari keuntungan. Fakta ini telah terbukti masa Khalifah Umar bin Khattab ra. dan era kekhilafahan berikutnya sebagai perwujudan pemimpin penuh tanggung jawab. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Tiap-tiap dari kalian adalah raa’in (pelayan), dan masing-masing dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya……” (HR. al-Bukhari)
Dalam hadis lain Rasulullah pun bersabda:
“Siapa pun yang bertanggung jawab atas urusan umat Islam, dan menarik diri tanpa menyelesaikan kebutuhan, kemiskinan, dan keinginan mereka, Allah menarik diri-Nya pada Hari Pengadilan dari kebutuhan, keinginan dan kemiskinannya.” (HR. Abu Dawud)
Cemerlangnya konsep Islam dan institusi penerapnya akan merealisasikan solusi secara menyeluruh atas permasalahan umat. Semua ini tak lain karena tanggung jawab pemimpin penuh amanah dan keadilan ada di atas akidah Islam yang tertancap kuat. Tak goyah karena harta setitik apalagi bujuk rayu investasi tak islami. Jika pangkal masalahnya saja mampu teratasi yakni wabah maka dilema pembelajaran daring atau luring tak akan muncul menjadi polemik.
Dengan demikian hanya institusi Islam-lah yang mampu memberikan kesejahteraan, keamanan serta kenyamanan bagi kaum muslim dan nonmuslim yang menjadi warga negaranya. Tunggulah! Institusi ini tak lama lagi akan segera hadir, tegak kembali di muka bumi. Wallahu a’lam bi ash Shawwab.
Alumnus Branding for Writer 212