PENGADILAN Agama Kabupaten Bandung Barat (KBB) mencatat ratusan pasangan muda terpaksa menikah muda setelah hamil di luar nikah atau kerap disebut married by accident (MBA). Kepala Pengadilan Agama KBB, Hamzah memaparkan, sesuai dengan diterbitkannya UU No 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan atas UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan jika batas minimal usia menikah laki-laki dan perempuan 19 tahun. Sejak saat itu, pengadilan banyak menerima pengajuan perkawinan dari pasangan muda di bawah 19 tahun lantaran mengalami kejadian MBA. (ayobandung.com, 10/10/20)
Tidak dapat dipungkiri lagi, musibah perzinaan sudah demikian merebak di negara ini. Kebejatan dan kenistaan tindak perzinaan ini seringkali dikaburkan dengan istilah yang berkonotasi lain semisal WIL (Wanita Idaman Lain), PIL (Pria Idaman Lain), PSK (Penjaja Seks Komersial), Gadis Pendamping dan yang sejenisnya hal demikian mengesankan permasalahan ini dianggap ringan oleh sebagian kalangan.
Maraknya kasus perzinaan yang kian mewabah ini menimbulkan berbagai problematika sosial yang cukup serius bahkan membahayakan. Tidak hanya pada kedua pelakunya saja, namun juga pada anak yang terlahir dari hasil hubungan haram tersebut.
Predikat “anak haram” seringkali disematkan pada anak yang lahir di luar nikah. Hal ini sudah cukup menyebabkan si bocah menderita kesedihan yang mendalam. Apalagi bila menengok masalah-masalah lain yang mesti ia hadapi di kemudian hari. Seperti nashab (keturunan), warisan, perwalian dan masalah-masalah sosial lainnya yang tidak mungkin ia hindari.
Jika diteliti lebih mendalam, berbagai kasus ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap batas-batas pergaulan laki-laki dan perempuan. Selain itu arus modernisasi yang telah mengglobal dan lemahnya benteng keimanan akibat masuknya budaya asing tanpa penyeleksian yang ketat, telah turut memberikan sumbangsih besar dalam mendorong generasi muda untuk terlibat dalam pergaulan tanpa batas.
Rusaknya pergaulan generasi muda disebabkan penerapan paham sekuler-liberalisme yang notabene adalah produk Barat yang mengagungkan kebebasan dan hedonisme. Paham ini telah nyata menyeret manusia dan generasi muda ke dalam jurang kehancuran bahkan lebih dalam lagi. Paham ini pula yang mengajarkan kepada generasi muda untuk bebas berbuat tanpa mempertimbangkan aturan agama. Maka tidak heran generasi muda saat ini bisa dengan bebas melakukan apapun tanpa mengindahkan rambu-rambu syara.
Melihat fakta pergaulan bebas di kalangan generasi muda hingga tingginya tingkat kehamilan yang berujung pada pembuangan bayi, menjadi indikasi lemahnya peran pemerintah dan negara dalam memberikan solusi yang tepat bagi pergaulan remaja. Padahal, segala persoalan yang terjadi pada remaja atau generasi muda saat ini adalah akibat penerapan hukum-hukum buatan manusia atas nama demokrasi kapitalisme yang tidak sesuai dengan tuntutan syari’at. Bagaimana seharusnya?
Islam sebagai agama paripurna hadir untuk menyelesaikan segala problematika kehidupan. Baik dalam tatanan individu, masyarakat, maupun negara. Dalam Islam, segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia, alam semesta dan kehidupan diatur oleh Allah Swt.
Terkait permasalahan remaja, Islam dan syariatnya (Al-Qur’an dan As-Sunnah telah memberikan batasan yang jelas dan tegas tentang pergaulan laki-laki dan perempuan di ranah publik. Antara lain, diharamkan beraktivitas yang mengarah pada perzinaan, berkhalwat (berduaan) juga ikhtilat (bercampur baur).
Firman Allah Swt.:
“Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Isra:32)
Juga Sabda Rasulullah saw.:
“Janganlah seorang pria berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahram-nya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah setan.” (HR Ahmad)
Islam tidak melarang interaksi antara laki-laki dan perempuan selama masih dalam batas yang diperbolehkan. Misalnya yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan dan muamalah.
Inilah salah satu bentuk penjagaan Islam terhadap kehormatan dan kemuliaan manusia agar tidak terjerumus ke dalam perilaku sesat akibat melanggar hukum syara’. Diperkuat juga penjagaan individu melalui institusi keluarga sebagai pilar pengokoh kepribadian Islam, sehingga antara orangtua dan anak bisa menjalankan fungsinya sesuai tuntunan syara.
Sistem sosial (ijtima’) Islam mampu mengondisikan lingkungan masyarakat yang bersih dan bebas dari hal-hal yang berbau maksiat. Batasan antara laki-laki dan perempuan terjaga, salah satunya karena perempuan diwajibkan menutup aurat dengan sempurna ketika keluar rumah. Begitu pula halnya dengan laki-laki. Sehingga antara laki-laki dan perempuan bisa menjaga pandangan satu sama lain.
Adapun terkait persanksian, Islam telah memberikan sanksi tegas terkait pelanggaran hukum syara dalam hal pergaulan. Islam telah menetapkan hukuman jilid dan rajam bagi pelaku zina sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis. Sanksi dan hukuman ini bisa bersifat sebagai penebus sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku maupun orang lain.
Dari penjelasan di atas maka jelaslah hanya Islam satu-satunya solusi hakiki dari setiap permasalahan yang mendera generasi muda saat ini. Namun semua itu tidak akan terwujud selama Islam belum ditegakkan secara Kaffah dalam seluruh sendi kehidupan. Sehingga Islam dijadikan sebagai satu-satunya pedoman hidup yang dengannya kita akan mampu menyelamatkan generasi muda dan meraih kemuliaan sebagai umat terbaik.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Oleh : Ayu Unzia Anggraini
Perekam Medis, Pegiat Dakwah