KASUS positif Covid-19 masih saja menjadi topik hangat pemberitaan dari sekian informasi. Meski tentu saja untuk kalangan tertentu menjadi berita biasa saja karena jenuhnya hidup di alam pandemi yang telah hampir tujuh bulan lamanya mengitari kehidupan masyarakat. Namun apa jadinya jika kabar peti mati untuk korban Covid tersebut semakin sulit didapatkan karena kurangnya ketersediaan akibat kasus positif masih terus bertambah. Sebagaimana dilansir dari laman jabarekspres.com. beberapa pekan yang lalu. Laman tersebut memberitakan bahwa sedikitnya 50 peti mati untuk korban pasien positif Covid-19 yang disiapkan Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkintam) Kabupaten Bandung telah habis digunakan. (Jumat/25/9/2020)
Kepala Bidang Pertamanan dan Pemakaman Disperkimtan, Erna Marlena mengatakan, pihaknya selama ini telah menyediakan peti-peti mati untuk pasien yang meninggal akibat terpapar Covid-19. Akan tetapi, karena banyaknya permintaan dan peningkatan korban maka, Disperkintam kembali menyiapkan peti-peti mati yang nantinya disalurkan ke rumah sakit rujukan.
Di kondisi wabah seperti saat ini tentunya keberadaan sarana dan prasarana pendukung pemulasaraan jenazah sangat urgen diperlukan pihak-pihak terkait terutama rumah sakit tempat pasien dinyatakan meninggal karena kasus virus corona. Hal ini juga tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk bisa memfasilitasinya agar proses pengurusan jenazah cepat tertangani hingga ke tempat pemakaman yang telah disediakan.
Pelayanan negara terhadap berbagai aspek kehidupan publik adalah bagian dari kewajibannya. Regulasi serta akomodasi layak disediakan secara mudah demi kepentingan rakyat. Begitu pun aturan yang dibuat harus merepresentasikan nurani mereka bukan pengusaha atau pemilik modal seperti halnya yang terjadi beberapa hari lalu pasca disahkannya UU Cipta Kerja, (Senin, 5/10/2020) oleh para wakil rakyat di parlemen.
Kenyamanan serta perlindungan dari wabah yang sejatinya menjadi prioritas pemerintah telah terhambat dengan undang-undang bernafaskan penindasan. Karena sebab pertumbuhan ekonomi dan investasi negara bersama jajarannya bekerja ekstra cepat memuluskan RUU Ciptaker (Omnibus Law) menjadi undang-undang, sementara melindungi nyawa akibat wabah selalu diulur bahkan terkesan disepelekan. Mengapa pemerintah begitu tergiur investasi namun enggan putus mata rantai virus ?