RUU KUHAP Dibahas setelah DPR Reses, Begini Penjelasan Puan Maharani

POJOKBANDUNG.COM, JAKARTA –  Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dipastikan bergulir.

RUU KUHAP Dibahas setelah DPR Reses, Begini Penjelasan Puan Maharani

Ketua DPR Puan Maharani saat memeriksa salah satu dokumen. Foto : Instagram @puanmaharaniri. Sementara foto atas, Ketua DPR Puan Maharani. Foto : Istimewa Jawapos.com

Presiden Prabowo Subianto telah mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR untuk melakukan pembahasan bersama RUU KUHAP.

Soal RUU KUHAP itu disampaikan Ketua DPR Puan Maharani saat rapat paripurna penutupan masa sidang di gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/3/2025).

Baca Juga :JNE Content Competition 2025 Kembali di Gelar dengan Hadiah Ratusan Juta Rupiah

”Pimpinan dewan telah menerima surat dari presiden, yaitu nomor R-19/pres/03/2025,” ujarnya.

Secara struktur, kata Puan, revisi KUHAP menjadi domain Komisi III DPR selaku alat kelengkapan dewan (AKD) yang membidangi penegakan hukum.

Namun, apakah akan dibahas di komisi atau mekanisme lain, DPR akan memutuskan setelah reses.

Baca Juga :Pegiat Lingkungan Warna Alam Subang Gelar Ngabuburit Bersama Anak Yatim, Puluhan Anak Ramaikan Lomba Mewarnai

”Kami akan putuskan nanti sesudah pembukaan sidang yang akan datang,” kata dia.

Revisi KUHAP akan menyasar sejumlah norma.

Antara lain, penguatan mekanisme restorative justice, termasuk untuk kasus penghinaan presiden, pemidanaan live sidang tanpa izin, pemeriksaan tersangka tak wajib direkam CCTV, hingga advokat tak bisa dituntut pidana saat membela klien.

Baca Juga :Pentingnya Mempersiapkan Dana Pendidikan Sejak Dini

Plt Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati berharap RUU KUHAP mampu memperbaiki kerangka dasar sistem peradilan pidana.

”Penyusunan DIM (daftar isian masalah, Red) di pemerintah harus merespons permasalahan dalam RUU KUHAP,” ujarnya.

Dia menilai, klaim DPR bahwa RUU KUHAP memuat berbagai kebaruan tidak terbukti, justru problematik.

Contoh

Dia mencontohkan soal norma yang tidak mewajibkan pemeriksaan direkam CCTV.

Dia menilai hal itu justru menjadi celah perilaku kekerasan pada seseorang berstatus tersangka.

Contoh lainnya adalah penguatan mekanisme restorative justice (RJ).

Tidak tepat

Maidina menilai, konsep RJ dalam RUU KUHAP tidak tepat. Secara konsep, RJ merupakan pendekatan dalam menangani perkara pidana yang bertujuan memulihkan korban.

Misalnya, pemberian ganti rugi pengobatan luka fisik dan psikologi, pelibatan korban dalam mediasi untuk menyampaikan kerugian dan kebutuhan pemulihannya. Namun, dalam RUU KUHAP, RJ dimaknai penghentian perkara di luar persidangan atau diversi.

Berbeda

”Padahal, RJ dan diversi adalah dua barang yang berbeda,” imbuhnya. (far/oni/jawa pos)

 

loading...

Feeds