Indonesia, menurut Syarif, memiliki sumber daya alam melimpah namun belum dikelola dengan optimal. Oleh karena itu, masyarakat perlu dibekali inovasi dan kreativitas serta aksesibilitas digital untuk meningkatkan pengetahuannya.
Seiring perkembangan zaman, peran perpustakaan kini tidak lagi hanya mengelola koleksi buku. Paradigma perpustakaan kini sudah berubah, yaitu dengan mengedepankan transfer pengetahuan (transfer knowledge) kepada masyarakat.
Paradigma yang dibangun perpustakaan adalah 10 persen mengelola koleksi, 20 persen pengelolaan knowledge, dan 70 persen transfer knowledge.
Penerapan 70 persen transfer knowledge ini sangat penting. Sebab, sebagaimana disampaikan UNESCO, bangku terakhir bagi semua orang yang tidak lagi di berada di pendidikan formal adalah perpustakaan.
“Jadi, untuk masyarakat pedesaan, yang rata-rata itu 90 persennya tidak menempuh pendidikan di perguruan tinggi, bisa meningkatkan skill dan kemampuannya dengan datang per perpustakaan,” ucapnya.
Sementara Penjabat (Pj) Gubernur Sumbar, Akmal Malik sepakat dengan penjabaran yang disampaikan Kepala Perpusnas tentang transformasi perpustakaan berbasis inklusi.
“Bagaimana menghadirkan transformasi knowledge kepada masyarakat yang belum mendapatkan akses terhadap ilmu pengetahuan (berbasis digital),” ujarnya.
Hal itu, sambungnya, menyebabkan masyarakat pedesaan di Sumbar kesulitan mendapatkan skil untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang dimiliki. “Ada dua jenis kelompok masyarakat di sini yakni agraris dan maritim. Bagaimana (ilmu pengetahuan) menjadi nilai tambah dalam meningkatkan skill, keterampilan, inovasi dan kreativitas,” beber Akmal. (*)