“Kita juga berharap dengan adanya Perda ini, bisa mengimplementasikan, Kabupaten Layak Anak melalui perumusan strategi dan perencanaan pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator Kabupaten Layak Anak,” paparnya.
Sebagai dasar bagi perangkat daerah dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan hak anak.
Untuk melengkapi perda ini, Nur mengatakan belum melakukan kunjungan kerja ke daerah manapun. “Kami berencana akan melakukan studi banding ke Kabupaten Alor,” tegasnya.
Rencananya, Raperda akan disahkan bulan Desember, sehingga sudah segera bisa diimplementasikan.
Sementara itu, Kepala Dinas (Kadis) Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Eriska Hendrayana mengatakan harapannya, dengan dibuatnya Perda ini, bisa menjadi payung hukum untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat.
Sehingga masyarakat mempunyai kepekaan terhadap perkembangan perilaku anak-anak terutama anak usia remaja di masyarakat.
“Misalnya, nanti kita akan mempunya program magrib mengaji, sehingga anak-anak mempunyai kegiatan positif di waktu-waktu tertentu di luar jam sekolah,” katanya.
Menurut Eriska, pihaknya juga berharap terhadap pihak ketiga yang bisa berpartisipasi terutama dalam membentuk aktivitas anak remaja melali CSR di ruang lingkup lingkungan ramah anak.
“Jadi nantinya dalam melakukan kegiatan untuk anak dan remaja, tidak hanya mengandalkan dana dari APBD, melainkan bisa mengharapkan partisipasi dari pisah swasta,” tuturnya.
Meskipun, Eriska mengatakan, sudah ada beberapa pihak swasta yang memperhatikan kebutuhan anak, terutama kebutuhan anak di tempat umum. Eriska mencontohkan bagaimana tempat wisata sudah memperhatikan hal ini.
“Kalau tempat wisata kan mereka punya konsultan sendiri ya. Jadi mereka punya pedulian terhadap kebutuhan anak di tempat umum,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah Ketua Dewan DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB), Rismanto mengatakan rasa syukurnya atas dibahasnya raperda ini.
“Saya bersyukur pembahasan raperda Kabupaten Bandung Barat layak anak ini berjalan dengan lancar, antara DPRD dengan pemerintah Kabupaten Bandung Barat,” katanya.
Menurut Rismanto, hal ini menunjukkan diantara DPRD dan Pemerintah KBB memiliki komitmen yang sama.
“Sekarang bisa kita simpulkan bahwa Pemkab dan DPRD KBB memiliki harapan yang sama, bahwa KBB memiliki payung hukum yang jelas dalam rangka melindungi hak-hak anak,” tuturnya.
Rismanto mengatakan, hak anak ini adalah bagian dari hak azasi manusia yang wajib dipenuhi dan dilindungi. Tidak saja oleh orang tua keluarga dan masyarakat namun juga oleh pemerintah dan tentu saja negara.
“Sehingga semua stakeholder harus memiliki visi dan misi yang sama dalam hal memenuhi hak anak,” tambahnya.
Dengan adanya raperda ini, Rismanto berharap, Bandung Barat jadi mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak. Melalui pengintegrasian komitmen dan juga sumber daya yang ada di pemerintah, masyarakat dan stakeholder lain yang terencana, menyeluruh dan berkelanjutan.
“Sehingga, raperda ini benar-benar memili dampak dan dapat diterapkan atau diaplikasikan dengan ideal sehingga jaminan hak-hak anak di kbb dapat terlaksana atau dipenuhi,” harapnya.
Rismanto menegaskan, substansi dari raperda ini adalah melindungi hak sipil dan kebebasan anak. Di mana di dalamnya ada hak dasar anak, seperti hak Kesehatan, kesejahteraan dan hak Pendidikan.
“Ada sejumlah hak yang dijamin dan ini merupakan substansi dari Raperda ini, diantaranya adalah menyangkut hak sipil dan kebebasan, di dalamnya ada hak pengasuhan alternatif, ada hak Kesehatan dasar dan kesejahteraan dan hak Pendidikan,” tuturnya.
Selain itu, Rusmanto berharap, Jika jaminan ini sudah ada, pemda lebih optimal dalam memfasilitasi terpenuhinya hak-hak tersebut. Sehingga beberapa kasus atau hal yang bisa jadi hari ini terkadang muncul di masyarakat.
Rusmanto mencontohkan beberapa pengaduan yang sering diterima terkait kekerasan pada anak adalah, seperti kekerasan pada anak dan pengabaian terhadap hak asuh anak atau mungkin juga kurangnya kesadaran orang tua terhadap hak sipil anak.
“Jika nanti raperda ini sudah menjadi perda terhadap pencatatan dan lain-lain bisa tereliminasi secara bertahap. bahkan kita berharap hal itu tidak akan terjadi,” tuturnya. (adv)