Kisah Resa Amelia Utami Alumni PPI 31 Banjaran, Mahasiswi Al Azhar yang Jalani Shaum Ramadhan Perdana di Mesir

Resa Amelia Utami lulusan Muallimin Pesantren Persatuan Islam (PPI) 31 Banjaran

Resa Amelia Utami lulusan Muallimin Pesantren Persatuan Islam (PPI) 31 Banjaran

M A K A N A N

Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya terdapat dua kebahagian bagi seorang hamba. Yakni saat bertemu dengan Tuhannya dan saat berbuka puasa.”

Hidangan sahur sebagai keberkahan dan ifthar yang paling ditunggu saat Ramadhan, menjadi topik yang paling “in” di kalangan Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir).  Terlebih seringkali dikemukakan kerinduan akan makanan khas Indonesia,  sekalipun hanya berupa ikan asin dan sambal atau sekedar es-es buah pinggir jalan yang sudah berdiri kukuh di detik-detik jelang adzan maghrib.  “Ah..  rindu!”.

Faktanya, di mesir tidak ditemukan pedangang-pedangang aneka macam minuman dingin ataupun snack.  Cendol,  Es buah, Cingcau, es Kelapa, dan banyak kawan-kawannya tidak ditemukan di sini. Untungnya masih ada minuman dingin pengganti, seperti subyah, tamr hindi,  ashob, dan aneka jus buah. Hanya, penjual batagor, cireng, cilok, cilung, seblak, dan semua jajanan bandung tidak mudah ditemukan. Bahkan memang tidak ada, kecuali jika buat sendiri atau pesan dari orang indonesia dengan harga yang tentu tidak ramah bagi mahasiswa yang suka nabung.. Hehe

Meskipun makanan pokok di Mesir itu Isy (roti), tetapi pribumi juga makan nasi. Tentunya dengan cara memasak dan bumbu yang berbeda.

Kerinduan akan hidangan khas indonesa bisa dikurangi dengan ikut buka bersama di rumah-rumah sesepuh asal indonesia.  Karena disinyalir,  rumah-rumah sesepuh yang sudah berkeluarga pasti banyak ditemukan bahan makanan dan bumbu-bumbu khas indonesia.. Jadi insyaAllah rindu makanan tidak terlalu mengganggu.

Yang unik dari Mesir saat bulan ramadhan ialah menjamurnya “MaaidaturRahman” di berbagai tempat; di mesjid-masjid, pinggir jalan, atau restauran yang menggratiskan menunya. Maaidaturrahman adalah hidangan berbuka puasa yang disajikan oleh para aghniya secara gratis. Mulai dari takjil sampai makanan berat. Meski makanan beratnya olahan mesir asli, yang cenderung asam karena sering menggunakan banyak tomat, keseruan dan keberkahan  dalam maidaturrahman tidak menyurutkan semangst pra mahasiswa indonesia untuk ikut. Teman-teman saya pun ikut berburu ke berbagai tempat.  Meskipun sampai saat ini saya baru merasakan sekali saja berbuka di salah satu mesjid yang ada di Darrasah, Kairo.

Para penyedia makanan itu sangat senang sekali jika banyak yang datang, terutama wafidin. Sampai yang tidak mau pun dipaksa harus mau.. MasyaAllah

M A S J I D

Mahabesar Allah, buminya yang amat luas ini bisa digunakan untuk bersujud, beribadah kepada-Nya. Sebab Allah yang kita sembah satu, tak ada perbedaan terlalu berarti antara mesjid di indonesia dengan di Mesir.

Hanya saja, tentu sebagai bangsa yang bahasa ibunya bahasa arab, ada kenikmatan tersendiri ketika sang Imam Mishry memimpin shalat jama’ah tarawih. Kefasihannya jauh lebih baik dari pada segelintir imam masjid di indonesia. Utamanya,  masjid di pedesaan yang terkadang imamnya (maaf)  ada yang masih kurang dalam menerapkan ilmu tajwidnya. Lagi,  jika di indonesia terawih 11 rakaat dengan membaca 1 juz alquran itu merupakan hal yang langka, maka di sebagian besar masjid di Mesir dapat mudah ditemukan. Saat ini saya terbiasa shalat tarawih di Masjid Khozan,  tidk jauh dari flat tempat saya tinggal. Pembacaan 1 juz alquran bisa memakan waktu lebih kurang 2 jam. Karena baru pertama shalat tarawih selama itu, wajarlah bagi pemula seperti saya ini sering mengalami pegal bahkan bengkak sehari setelah melakukan shalat.. Hhu. MasyaAllah, Maa Ajmala Mishr. 

loading...

Feeds

Klaim JHT Gratis Hindari Calo

POJOKBANDUNG.COM, CIMAHI – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK mengingatkan kepada peserta agar mewaspadai calo atau jasa pencairan terutama …