POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – DPRD Provinsi Jawa Barat mengusulkan wacana ‘full day school’ yang diusulkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dikaji terlebih dahulu. Ini penting agar kebijakan tersebut tak berdampak negatif terhadap anak.
Ketua DPRD Provinsi Jabar Ineu Purwadewi Sundari berharap, Kemendikbud melakukan kajian-kajian sebelum memutuskan kebijakan tersebut.
“Ada kajian-kajian terlebih dahulu, terutama pada psikologis anak,” kata Ineu usai membuka Seminar Ekonomi ‘Antisipasi Serbuan Tenaga Kerja Asing Pada Perdagangan Bebas MEA’, di Kota Bandung, Kamis (11/82016).
Ineu menyebut, anak-anak di bawah umur 12 tahun masih memerlukan waktu untuk bermain, selain harus menerima pelajaran di bangku sekolah. Hal ini jangan dikesampingkan karena berdampak terhadap kualitas pembelajaran.
Menurutnya, sistem full day school jangan sampai membebani siswa dan orang tua jika benar-benar diterapkan oleh Kemendikbud.
“Hal-hal yang akan diberlakukan untuk anak itu saya kira harus betul-betul dikaji dengan matang karena anak ini kan generasi penerus bangsa ini,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Asep Hilman mengatakan, rencana ini harus didukung oleh kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sistem yang dijalankan. Terlebih, saat ini sarana dan prasarana penunjang sekolah di setiap daerah belum seluruhnya siap.
“Kalau secara umum masih sangat sedikit sekolah-sekolah yang sanggup menyediakan fasilitas memadai,” kata Asep di Gedung Sate, Kota Bandung. Fasilitas yang diperlukan di antaranya untuk kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan lainnya di luar proses akademik.
Menurutnya, baru beberapa sekolah saja yang sudah bisa, seperti SMA Negeri 3 Kota Bandung yang fasilitasnya sudah cukup lengkap. Permasalahan lainnya, kata Asep, terkait kesiapan tenaga pengajar dan siswanya itu sendiri mengingat sekolah sehari penuh ini akan mempengaruhi waktu kerja dan kegiatan belajar di sekolah.
“Kalau kemudian itu (kebijakan) menjadi proses pembelajaran penuh, tentu ada limit kemampuan dari anak-anak. Ini tentu harus diimbangi. Terus persoalannya siapa yang menjamin guru bisa full day di sekolah? Karena guru juga punya anak-anak,” katanya.
Lebih lanjut dia katakan, jika rencana ini jadi diterapkan, tentu akan berpengaruh terhadap beban anggaran. Instrumen bantuan oprasional sekolah (BOS) juga harus ditambah guna menunjang kebutuhan sekolah.
“Tentu nanti berdampak pada aggaran. Jadi nanti instrumen BOS yang ada mungkin harus dilengkapi, harus disempurnakan sehingga mencakup atau back up atas kebutuhan yang muncul ketika anak sedang sekolah,” ujarnya. Secara keseluruhan, menurutnya masih banyak yang perlu dilengkapi jika rencana itu benar-benar diterapkan.
Mulai dari fasilitas penunjang sekolah, guru, sistem, hingga budaya sekolah. Ini penting agar harapan ideal anak penuh berada di sekolah dalam satu hari menjadi maksimal.
“Kalau diterapkan di sekolah umum, sekolah harus menyiapkan dulu infrastruktur, budaya sekolah, ketersediaan SDM-nya,” katanya.
Menurutnya, di sisi lain Pemprov Jabar tengah berupaya mendorong konsep sekolah berbasis pesantren sesuai dengan rencana penerapan full day school yang pertama kali dilontarkan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy.
Pada tahun ini terdapat tujuh sekolah di sejumlah daerah di Jabar yang sedang didorong untuk menerapkan konsep tersebut. Tujuh sekolah tersebut di antaranya SMK PPN Tanjungsari, SMK PPN Lembang, SMK Negeri Cisarua, SMK 2 Subang, SMK 2 Cipendeuy, SMK 1 Cibadak, Kabupaten Sukabumi, dan SMK Cikeulet, Kabupaten Garut.
“Itu sedang dirintis untuk full day. Jadi sebelum Pak Menteri kasih statement, kita sudah rintis. Ini sudah dianggarkan tahun ini. Dua sekolah sudah berjalan yang di Lembang dan Tanjungsari,” pungkasnya.
Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar pun menilai, rencana tersebut perlu dikaji terlebih dahulu secara matang.
“Tinggal dibahas saja, jangan apriori dulu. Barangkali ada benarnya (kebijakan full day school), tinggal dikaji dulu,” singkatnya. (agp)