POJOKBANDUNG.com, Banjirnya gugatan pasangan calon dalam Pilkada serentak ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bukti Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum profesional dalam menyelenggarakan pilkada.
“Asas pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil masih sebatas slogan, karena politik uang masih marak,” kata Direktur Eksekutif Respublica Political Institute (RPI), Benny Sabdo, Kamis (31/12).
Meski demikian, Benny memaparkan gugatan sebanyak 149 gugatan tersebut hanya bersifat administratif saja. Ia memprediksi tidak lebih dari separuh sengketa hasil pilkada yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi akan diperiksa lebih lanjut oleh hakim.
Ia menandaskan, pintu masuk gugatan pilkada ke Mahkamah Konstitusi ialah Pasal 158 UU 8/ 2015 tentang Pilkada mensyaratkan hanya sengketa dengan selisih suara 0,5 persen hingga 2 persen saja yang dapat berlanjut ke persidangan. Pasal ini menyeleksi penerimaan gugatan oleh Mahkamah Konstitusi atas dasar selisih suara berdasarkan jumlah penduduk di provinsi, kota, atau kabupaten yang jadi peserta pilkada.
“Semakin banyak jumlah penduduknya, semakin kecil pula persentase selisih suara atas dasar hasil rekapitulasi KPU. Jadi peluang ratusan pasangan calon kepala daerah yang untuk mendapatkan keadilan konstitusional itu terkunci dengan adanya Pasal 158 tersebut,” demikian Benny. (ysa)