POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Pakar hidrogeologi dari Kelompok Keahlian Geologi Terapan ITB, Dr. Dasapta Erwin Irawan menyebutkan para arsitek yang berkecimpung dalam pembangunan wilayah Cekungan Bandung harus lebih siap dengan tantangan geologis yang ada di wilayah tersebut.
“Seringnya hanya memerhatikan kondisi permukaannya saja, tidak melihat apa yang ada di bawah tanah. Padahal, air tanah di setiap tempat tidak otomatis ada dan tidak selalu sama dengan daerah sekelilingnya, di situ jadi tantangannya, makanya arsitek itu musti bisa membaca sampai ke situ,” kata Erwin, ditulis Minggu (24/3).
Dia mengatakan kondisi tanah di wilayah cekungan Bandung tersebut sangat mudah berubah jika terjadi pergerakan lempeng yang menyebabkan gempa bumi. Dia menilai guncangan gempa yang terjadi dapat membuat dataran yang ada di wilayah tersebut berubah menjadi bubur yang sewaktu – waktu bisa tumpah atau terjadi likuefaksi.
“Datarannya lunak soalnya, belum lagi lapisan akuifer ini bisa bercampur dengan lapisan lain, termasuk lempung yang berwarna hijau. Akibatnya, air tanah menjadi keruh atau bahkan mengering. Belum lagi guncangan di dataran lunak ini bisa juga mengamplifikasi magnitudo gempa,” jelasnya.
Untuk itu dia meminta kepada seluruh perencana lanskap yang ada di Kota Bandung agar bisa mempertimbangkan dengan matang perencanaan pembangunan yang dilakukannya. “Keindahan rancangan memang diutamakan, tapi tidak boleh mengabaikan risiko dan bencana yang membayangi. Setiap bentang alam tentu memiliki bentuk unik dan khusus, yang pasti ada kaitannya dengan sesuatu di balik permukaan tanahnya,” jelasnya.
“Untuk itu diperlukan dukungan data primer yang rinci dan perspektif multidisiplin untuk mengurai permasalahan lanskap. Melihat cerita kegagalan pembangunan di masa lalu juga penting agar perancang lansap tidak mengulangi kesalahan yang sama,” sambungnya.
Hal itu diuraikannya berdasar temuan terbaru adanya semburan lumpur yang terjadi saat warga Kecamatan Margahayu, Bandung melakukan pengeboran sumber air di wilayahnya. Ia menjelaskan semburan itu terjadi saat proses pengeboran mencapai titik 30 meter.
“Kemarin itu ada laporan soal pengeboran air tanah di Kecamatan Margahayu. Kedalamannya sudah menembus 30 meter, tetapi justru lumpur hitam berbau anyir dan lembek yang didapati, tidak berhasil menyentuh tanah keras,” jelas dia.
Dia memprediksi endapan lumpur yang menyebur tersebut sudah ada sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu. “Endapan yang muncul itu bisa membuktikan bahwa wilayah ini sebelumnya adalah danau purba, itu terlihat dari butirannya sangat halus dan minim kandungan pasir,” ungkapnya.
“Endapan ini usianya sekitar 135.000–20.000 tahun yang lalu, dalam skala waktu geologi masih tergolong muda. Secara alamiah, endapan yang lunak rentan mengalami subsidens,” sambung dia.
Diketahui, Cekungan Bandung berbentuk seperti sebuah mangkuk yang dipagari oleh gunung di segala penjuru. Di sebelah utara ada Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Parahu. Di sisi timur menjulang Gunung Manglayang.
Di bagian selatan terdapat Gunung Papandayan, Gunung Malabar, dan Gunung Patuha. Semua gunung yang disebut di atas bertipe gunung vulkanik. Sementara di wilayah barat, yang cukup unik, terdapat kawasan Rajamandala yang tersusun dari batuan karst.
Dataran Bandung, menurut Erwin mulanya adalah sebuah danau purba. Dasar danau itu dulunya berada di elevasi 650 mdpl.
“Akibat aktivitas vulkanik oleh berbagai gunung api di sekitarnya, danau itu surut lalu berubah jadi dataran aluvial yang terdiri atas pasir dan lempung lunak yang subur. Material itu berasal dari erosi endapan gunung api dan sungai,” pungkas Erwin. (rup)