POJOKBANDUNG.COM, JAKARTA – Rapat kedua Pansus Angket Haji DPR dengan Kemenag berlangsung di Jakarta Senin 26 Agustus 2024.
Rapat yang menghadirkan Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag Subhan Cholid sebagai saksi itu, berhasil mengungkap sejumlah kejanggalan.
Kejanggalan yang paling mencolok adalah penerbitan regulasi teknis terkait pembagian tambahan kuota haji.
Seperti diketahui Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu kursi.
Kemenag membagi rata antara haji khusus dan reguler. Masing-masing mendapatkan alokasi 10 ribu kursi.
Pada rapat itu Subhan menceritakan bahwa Kemenag menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) dengan ketentuan kuota haji Indonesia 221 ribu kursi pada 15 November 2023. Berikutnya keluar KMA serupa, yang berisi kuota haji 241 ribu, tertanggal 15 Januari 2024.
Nah diantara tanggal tersebut, pada 10 Januari 2024 Kemenag melayangkan surat permintaan pembayaran uang haji kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tertanggal 10 Januari 2024. Yang membuat janggal adalah, di dalam surat permintaan pembayaran itu, sudah mencantumkan kuota haji yang terbaru.
’’Jadi landasan Kemenag melayangkan surat pembayaran uang haji ke BPKH itu apa? Karena KMA dengan kuota yang baru, dikeluarkan pada 15 Januari 2024,’’ kata Wakil Ketua Pansus Angket Haji DPR Marwan Dasopang. Menurut dia, landasan hukum Kemenag untuk meminta uang haji ke BPKH itu tidak ada. Karena KMA kuota haji yang terbaru, setelah mendapatkan tambahan kuota, baru diterbitkan di tanggal 15 Januari 2024.
Dalam rapat tersebut, Marwan juga sempat mengeluarkan ekspresi kekecewaannya. Dia merespon keterangan Subhan, bahwa Kemenag sudah berkonsultasi dengan parlemen, soal penetapan pembagian kuota tambahan tersebut. Setelah ditelusuri, ternyata Kemenag berkonsultasi ke DPR pada Maret 2024.
’’KMA-nya ditetapkan 15 Januari 2024. Kemudian konsultasi dengan DPR Maret 2024. Kok bisa diputuskan Januari, kemudian konsultasi di bulan Maret,’’ tuturnya. Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu menegaskan, yang namanya konsultasi itu ketika KMA atau peraturan belum ditetapkan. Bukan peraturan sudah ditetapkan, kemudian baru konsultasi.
Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota Pansus Haji DPR mencecar Subhan terkait dengan siapa yang punya inisiatif membagi tambahan kuota dengan skema 50:50 tersebut. Subhan beberapa kali menjawab tidak tahu. Termasuk saat ditanya apakah dia terlibat dalam pembahasan serta penetapan skema penentuan tersebut.
’’Kami tidak tahu,’’ kata Subhan, saat ditanya Marwan, siapa yang mengusulkan supaya kuota tambahan itu dibagi rata. Begitupun ketika ditanya, sejak kapan gagasan membagi rata tambahan kuota haji itu mulai dibahas, Subhan juga tidak menjawab dengan tegas. Dia hanya menjawab tidak ingat, serta mengaku tidak ikut membahasnya.
Subhan mengatakan dirinya hanya menjalankan etika birokrasi. Yaitu ketika KMA penetapan kuota haji sudah keluar, maka sebagai pejabat teknis tugasnya adalah menjalankannya.
Lahirnya pansus haji DPR tersebut, salah satunya fokus pada pembagian tambahan kuota haji. Kemenag menetapkan tambahan kuota haji 50 persen untuk haji khusus, dan 50 persen untuk haji reguler. Padahal di dalam UU Haji dan Umrah, haji khusus seharusnya mendapatkan 8 persen saja. Baik dari kuota pokok, maupun kuota tambahan. Jika tambahan kuota 20 ribu itu dibagi sesuai dengan UU Haji dan Umrah, diyakini bisa mengurangi panjangnya antrian haji. (wan/jawa pos)