POJOKBANDUNG.COM, JAKARTA – Pemerintah kembali menggunakan pola membuat aturan kontroversi, viral, diprotes, kemudian direvisi.
Begitupun polemik kewajiban melepas jilbab bagi para Paskibraka putri, usai viral, diprotes dan direvisi.
Usai diprotes dan viral, mereka akhirnya diperbolehkan tetap menggunakan jilbab atau sejenisnya, pada upacara kenegaraan.
Pada Rabu 14 Agustus 2024 lalu Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengatakan aturan mencopot jilbab hanya pada dua momen.
Yaitu saat pengukuhan dan upacara kenegaraan 17 Agustus.
Namun Kamis 15 Agustus 2024 Yudian mengeluarkan pernyataan baru.
Intinya personel Paskibraka putri boleh menggunakan jilbab pada saat upacara kenegaraan 17 Agustus nanti.
’’Dengan ini BPIP menegaskan mengikuti arahan Kepala Sekretariat Presiden selaku Penanggungjawab Pelaksanaan Upacara HUT RI ke-79 yang disampaikan pada tanggal 14 Agustus di Jakarta,’’ kata Yudian dalam keterangan tertulisnya. Kepala Sekretariat Presiden memberikan arahan bahwa Paskibraka putri yang mengenakan jilbab dapat bertugas tanpa melepaskan jilbabnya pada 17 Agustus di IKN.
Sementara itu puluhan organisasi masyarakat Islam berkumpul di kantor MUI pusat kemarin.
Mereka berkumpul untuk menentukan sikap terhadap polemik kewajiban melepaskan jilbab bagi Paskibraka. Pertemuan itu menghasilkan lima poin, yang dibacakan oleh Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis.
Diantaranya mereka meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Kepala BPIP Yudian. ’’Kami minta Presiden mengganti kepala BPIP atau mencabut mandat kepala BPIP,’’ katanya. Karena menurut Cholil, yang dilakukan petinggi BPIP merupakan kesalahan yang fatal.
Cholil mengatakan di dalam aturan yang lebih tinggi dan diteken Presiden, Paskibraka putri tidak dilarang menggunakan jilbab. Tetapi yang membuatnya prihatin, aturan di BPIP justru melarang penggunaan jilbab pada saat pengukuhan dan upacara kenegaraan.
Poin berikutnya adalah meminta BPIP melakukan pembersihan internal. Pihak-pihak yang cenderung tidak tepat dalam memaknai Pancasila atau Bhinneka Tunggal Ika. Karena menurut dia, BPIP adalah lembaga yang menjadi garda terdepan mengawal ideologi Pancasila dengan sempurna.
Cholil juga tidak sepakat dengan penyebutan bahwa pencopotan jilbab oleh Paskibraka putri itu dilakukan secara sukarela. Dia mengatakan di satu sisi dikatakan sukarela, tetapi personil Paskibraka diminta tanda tangan di atas materai.
’’Mana ada sukarela, tetapi diminta tanda tangan bermaterai. Ini adalah relasi kuasa,’’ katanya. Dia meyakini jika Paskibraka putri itu tidak teken pernyataan tersebut, tidak akan lolos seleksi. Ataupun kalau lolos, ditempatkan sebagai cadangan. Alias tidak ditugaskan dalam upacara pengibaran maupun penurunan bendera merah putih.
Sorotan juga disuarakan oleh mantan Ketua Umum PBNU sekaligus anggota dewan pengarah BPIP Said Aqil Siroj. Dia menegaskan meskipun sebagai dewan pengarah, tetapi tidak diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan teknis mengenai seragam Paskibraka itu.
Dia mengaku menyayangkan polemik tersebut. ’’Kalau kita diminta toleran terhadap perbedaan, kenapa mereka tidak toleran dengan apa yang kita banggakan,’’ katanya. Said mengatakan menggunakan jilbab adalah ajaran agama Islam dan menjadi kebanggaan.
Said mengatakan dengan kebebasan menggunakan seragam oleh Paskibraka, itu justru mencerminkan Bhineka Tunggal Ika. Cerminan itu justru hilang ketika semuanya diseragamkan. Termasuk ketika Paskibraka putri yang berjilbab, harus melepas jilbabnya dengan alasan keseragaman.
Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti ikut merespon pelarangan jilbab untuk anggota Paskibraka. Mu’ti mengatakan, jika benar ada larangan anggota Paskibraka memakai jilbab, maka larangan itu harus dicabut.
Guru besar pendidikan agama Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu menegaskan, pelarangan itu merupakan tindakan diskriminatif. “Yang bertentangan dengan Pancasila, kebebasan beragama, dan hak asasi manusia,” tegas tokoh asal Kudus, Jawa Tengah itu. (wan/lum/jawa pos)