POJOKBANDUNG.COM, BANDUNG – Perkembangan pesat teknologi telekomunikasi dalam beberapa tahun terakhir telah menciptakan lanskap baru yang menuntut peninjauan ulang kebijakan dan regulasi di kawasan Asia-Pasifik.
Perubahan ini tidak hanya melibatkan adopsi teknologi baru, tetapi juga konvergensi antara berbagai sektor yang sebelumnya terpisah, seperti telekomunikasi, media, dan teknologi informasi.
Seiring hal itu, para pemangku kepentingan di kawasan ini mulai menyadari pentingnya menyelaraskan kebijakan dengan dinamika industri teknologi telekomunikasi yang terus berubah.
Baca Juga :Jadi Peraih Suara Terbesar Pileg, Atalia Disarankan Fokus Menjadi Anggota Dewan
Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Kerja Sama Tel-U, Dr. Rina Pudji Astuti, menyebutkan perubahan lanskap ini memerlukan perhatian serius dari para pembuat kebijakan.
“Saat ini, kita tidak hanya berbicara tentang telekomunikasi dalam pengertian tradisional. Dengan konvergensi teknologi, batas-batas antara telekomunikasi, media, dan IT semakin blur, menciptakan kebutuhan untuk regulasi yang lebih adaptif dan inklusif,” kata Rina, ditulis Selasa 13 Agustus 2024.
Lebih lanjut, dirinya menekankan bahwa kebijakan yang ada saat ini seringkali tidak lagi relevan dengan kondisi industri.
“Kita perlu mengakui bahwa regulasi yang saat ini berlaku sebagian besar didasarkan pada model bisnis lama yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini,” jelasnya.
“Master Class ini adalah salah satu upaya untuk menemukan solusi yang relevan bagi tantangan regulasi ini,” tambahnya.
Senada dengannya, Senior Director of Government and Regulatory Affairs di GSM Association (GSMA), Niall Magennis menekankan bahwa teknologi yang berkembang cepat membawa serta tantangan dan peluang yang harus dihadapi dengan kebijakan yang tepat.
Baca Juga :KPU Kota Bandung Minta RPJMD Jadi Acuan Utama Bakal Calon Wali Kota Susun Visi Misi
“Kita melihat peningkatan dalam kompleksitas teknologi dan bisnis di sektor telekomunikasi, dan ini menuntut kebijakan yang dapat mengikuti perkembangan tersebut, bukan sekadar bereaksi terhadapnya,” kata Magennis.
Sementara itu, Ketua Malaysian Communications & Multimedia Commission (MCMC), Tan Sri Mohamad Salim bin Fateh Din menilai konvergensi ini juga memunculkan isu baru dalam hal manajemen spektrum dan keamanan jaringan.
“Spektrum tidak lagi sekadar sumber daya, tetapi menjadi aset strategis dalam kompetisi global,” sebut Salim.
“Regulasi yang mengelola spektrum harus mampu mendukung inovasi sambil menjaga kepentingan nasional,” imbuhnya.
Siap Dukung Lahirnya Inovasi Telekomunikasi Mutakhir
Di tengah tantangan ini, Telkom University berkomitmen untuk memainkan peran kunci dalam memfasilitasi dialog antara berbagai pemangku kepentingan di kawasan Asia-Pasifik. Dengan menyelenggarakan Converged Telecommunications Policy & Regulations (CTPR) Master Class yang ke-8.
Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Kerja Sama Tel-U, Dr. Rina Pudji Astuti, menegaskan pihaknya akan mengambil peran sebagai institusi pendidikan yang berada di garis depan dalam menghadapi dinamika industri telekomunikasi.
“Kami berharap, melalui diskusi dan kolaborasi ini, kita dapat menemukan formula kebijakan yang tidak hanya adaptif terhadap perubahan teknologi, tetapi juga mampu mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini,” kata Rina.
Tak cuma Tel-U, Presiden & CEO Multimedia University (MMU), Professor Dato’ Dr. Mazliham Mohd Su’ud pun menambahkan bahwa industri telekomunikasi kini memerlukan pendekatan yang lebih interdisipliner.
“Kita tidak bisa lagi mengandalkan satu perspektif dalam merumuskan kebijakan. Dibutuhkan kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah untuk menciptakan regulasi yang benar-benar relevan,” tegasnya. (rup)