POJOKBANDUNG.com, GARUT — Komunitas Pelestari Alam dan Kemanuasiaan, The Forest Ranger Indonesia menyesalkan ihwal pengelolaan sampah di Taman Wisata Alam (TWA) dan Cagar Alam Gunung Talaga Bodas, Kabupaten Garut.
Temuan The Forest Ranger Indonesia dilapangan pada 4-5 Juni 2024 bertepatan dengan peringatan hari lingkungan hidup sedunia, sedikitnya ada lima titik penumpukan sampah di Gunung Talaga Bodas, Kabupaten Garut.
Lebih parahnya lagi, kelima titik tumpukan sampah tersebut berada disemak-semak yang jarang diakses orang. Sampah tersebut merupakan sampah dari aktifitas wisatawan yang tidak mampu dikelola dan diolah, dan kemungkinan sengaja dikumpulkan dititik tersembunyi agar tidak diketahui banyak orang.
Ketua The Forest Ranger Indonesia, Rusdi Raisa mengatakan, kawasan Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Talaga Bodas Kabupaten Garut masuk dalam pengelolaan Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, namun pengelolaan sampah sangat disayangkan dan kurang progresif.
“Kemarin saya dan rekan-rekan sekitar 13 orang pergi ke Garut, awalnya karena gerakan pelestari alam dan kemanuasiaan, kami ke Situ Cibereum, disini sampah banyak. Tapi perjalanan lanjut dan survei ke Gunung Talaga Bodas karena jaraknya lumayan dekat, di sana luar biasa sampahnya banyak banget,” ujar Rusdi saat dihubungi.
Rusdi bercerita, ia dan timnya menelusuri area di Gunung Talaga Bodas. Hasilnya, ditemukan sejumlah titik penumpukan sampah yang seolah disembunyikan disemak-semak seperti disekitar curug, dibelakang WC dan lainnya.
“Yang kami temukan di lokasi ada lima titik tumpukan sampah yang seolah disembunyikan oleh pengelola, karena lokasinya mungkin jarang diakses orang,” imbuhnya.
Padahal, sambung Rusdi, secara gamaran di pintu masuk Gunung Talaga Bodas Garut memang terlihat bersih karena masuk kedalam Taman Wisata Alam dan Cagar Alam. Fasilitas seperti tempat sampah tersedia dan terlihat rapi dan maksimal pengelolaannya.
“Orang pertama ke Talaga Bodas pasti beranggapan tidak kotor, bersih ada tempat sampah dan alinnya. Pas kami naik ke atas ternyata pengelolaan sampahnya seperti formalitas saja. Sampanya tidak diangkut, tapi numpuk aja disemak-semak, bahkan sampah juga ada di aliran sungai. Gunung saja kotor, apalagi lingkungannya,” paparnya.
“Bahkan kami juga kecewa pada birokrasi ke Gunung Talaga Bodas. Kami datang ke sana untuk survei, membantu membersihkan lingkungan. Kami bawa modal sendiri. Kami prosedural meminta izin, tapi ternyata malah seperti diping-pong harus kesana kemari,” sambungnya.
Disisi lain, Rusdi juga mendapatkan informasi lapangan terkait hubungan banyaknya sampah kain/ pakaian di Gunung Talaga Bodas dengan cerita lisan warga setempat (mitos). Ternyata, banyak orang yang percaya jika sudah mandi atau berendam di danau tersebut dengan tujuan meminta sesuatu, maka baju atau pakaian harus dilepas dan dibuang di tempat.
“Mitos dan perdukunan ini merugikan. Dampaknya berperngaruh pada banyaknya sampah. Kebiasaaan ini sudah terjadi sejak tahun 80-an. Hal-hal ini yang harus kita berantas dan edukasi biar warga sekitar juga paham dan bisa menjaga lingkungannya atau bahkan jika ada wisatawan yang ingin melakukan hal tersebut bisa dicegah oleh warga,” terangnya.
Kata Rusdi, rencananya dalam waktu dekat akan mengumpulkan sejumlah massa dalam jumlah yang besar untuk bebersih kawasan Situ Cibereum dan Gunung Talaga Bodas Garut dengan mengundang komunitas pecinta alam, aktivis dan pemerhati lingkungan dan lainnya.
“Area yang harus diberishkan itu luas maka butuh massa yang banyak dan peralatan seperti perahu karet juga perlu untuk di situ yang banyak sampah. Kami juga akan terus berusaha menjaga lingkungan dan pelestarian alam tidak hanya di Talaga Bodas atau Situ Cibereum saja tapi akan dilaukan secara berkelanjutan,” pungkasnya. (*)