POJOKBANDUNG.COM, JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto mengomentari polemik UKT.
Ke depan, dia bertekad untuk berupaya meringankan biaya UKT.
Khususnya perguruan tinggi negeri yang mendapat kucuran APBN.
Baca Juga : Tingkatkan Pengguna Aplikasi JMO, BPJS Ketenagakerjaan Bandung Suci Gelar SISKAMLING
“Apalagi di Universitas negeri yang dibangun oleh uang rakyat (uang APBN) harus jangan tinggi, kalau bisa sangat minim atau gratis. Ini kita harus hitung dan bekerja keras untuk itu,” kata Prabowo dalam keterangan tertulis, kemarin.
Prabowo meyakini, pendidikan terjangkau bisa dilakukan.
Sebab, Indonesia pernah melakukannya di era orde baru. Sehingga orang miskin sanggup melahirkan anak berpendidikan tinggi.
Baca Juga : Hadirkan Festival Bojana 2024, Bank Bjb Ajak Generasi Muda Berani Beda Tampil, Berani Sehat, dan Berani Beda
Dia justru menyoroti bagaimana sistem di dunia pendidikan berubah secara drastis pasca Orde Baru.
Prabowo menilai, dunia pendidikan telah menjadi industri dengan menganut nilai kapitalisme. “Jadi berpikirnya bahwa semua itu bisa menjadi market, padahal ini adalah public goods, kewajiban sosial bagi suatu negara,” tegas Prabowo.
Untuk mewujudkan komitmennya menghadirkan pendidikan yang terjangkau, salah satu strateginya adalah dengan meningkatkan pendapatan negara sehingga bisa membiayainya.
Salah satu program andalan yang diharapkan menambah penghasilan negara dengan signifikan adalah hilirisasi industri yang dicanangkan Presiden Jokowi selama ini.
“Tentunya kita harus hilirisasi untuk kita dapat nilai tambah dan perbaiki pendidikan kita,” pungkasnya.
Sementara itu, di tengah polemik kenaikan besaran UKT yang tak rasional tahun ini, Universitas Gadjah Mada (UGM) masih berani menawarkan subsidi 100 persen untuk uang kuliah mahasiswanya. Padahal, Kemendikbudristek melalui Permendikbud 2/2024 menetapkan UKT golongan 1 minimal Rp 500 ribu.
Mengacu pada Keputusan Rektor UGM Nomor 243/UN.1/P/KPT/HUKOR/2024 tentang Uang Kuliah Tunggal Program Sarjana dan Sarjana Terapan Jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi dan Tes Universitas Gadjah Mada Tahun Akademik 2024/2025, skema kelompok UKT di UGM tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun lalu. Ada lima kelompok UKT yang telah ditetapkan oleh Rektor. Adapun lima kelompok tersebut meliputi UKT pendidikan unggul yang bersubsidi 100 persen sehingga biayanya nol rupiah, UKT pendidikan unggul bersubsidi 75 persen, UKT pendidikan unggul bersubsidi 50 persen, UKT pendidikan unggul bersubsidi 25 persen, dan UKT pendidikan unggul.
”Masih. Kami memang punya UKT dengan subsidi 100 persen dan sudah seperti itu sejak beberapa waktu,” ungkap Rektor UGM Ova Emilia saat dihubungi, kemarin.
UKT subsidi 100 persen ini berlaku untuk semua program studi (prodi). Selain itu, kata Ova, tak ada batasan kuota untuk penerimanya. Namun, tetap ada seleksi berkas yang harus dilalui untuk bisa mendapatkan bantuan subsidi 100 persen ini.
Disinggung soal pendanaan, Ova mengaku bahwa subsidi ini berasal dari berbagai sumber. Mulai dari CSR corporate, alumni, hingga usaha dari pihak kampus itu sendiri. ”Sudah menjadi misi UGM sebagai kampus inklusif (untuk memberikan bantuan subsidi 100 persen ini, red,” ujarnya singkat.
UGM sendiri tak lepas dari polemik kenaikan UKT ini. Pihak kampus sempat didemo lantaran adanya kenaikan UKT bagi mahasiswa angkatan 2023. Untuk UKT pendidikan unggul bersubsidi 75 persen untuk program studi Bisnis Perjalanan Wisata, Bahasa Inggris, serta Bahasa Jepang untuk Komunikasi Bisnis dan Profesional misalnya. Tahun ibi besarannya mencapai Rp 3 juta per semester. Naik dibanding tahun 2023 sebesar Rp2,85 juta per semester.
Selain itu, beberapa program studi yang juga mengalami kenaikan UKT antara lain Teknologi Rekayasa Mesin; Manajemen Informasi Kesehatan; Teknik Pengelolaan dan Perawatan Alat Berat; Sastra Arab; Bahasa dan Sastra Indonesia; Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa; dan lainnya.
UGM juga sempat viral karena menerapkan uang pangkal untuk calon mahasiswa yang mendaftar jalur ujian mandiri atau ujian tulis (Utul) UGM. Besaran uang pangkal atau iuran pengembangan institusi (IP) sempat tersebar di media sosial dan menjadi polemik.
Dalam laman resminya, UGM pun sudah mempublish besarannya. Misalnya, untuk prodi Akuntansi Sektor Publik. Untuk kategori UKT subsidi 100 persen maka besaran UKT nol rupiah dan IPI pun sama, nol rupiah. Kemudian, di kategori UKT subsidi 75 persen, UKT dikenakan sebesar Rp 2.850.000 dan IPI Rp 5.000.000. Lalu, kategori UKT subsidi 50 persen maka UKT ditetapkan sebesar Rp 5.700.000 dan IPI Rp 10.000.000.
Pihak UGM pun sempat menanggapi hal ini. Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu mengatakan, ini bukan kali pertama UGM menerapkan uang pangkal atau IPI. Pada 2023/2024, UGM telah membebankan uang pangkal yang dulu disebut Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU).
”Term ini digunakan sebagai pelaksanaan dari Permendikbudristek,” ujarnya.
Pada 2023, kata dia, SSPU dikenakan kepada calon mahasiswa jalur ujian mandiri yang masuk dalam kategori UKT Unggul saja. Sementara tahun ini, IPI dikenakan untuk seluruh mahasiswa baru yang masuk melalui jalur Utul UGM.
Tahun lalu Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar menetapkan UKT paling rendah Rp 0 alias gratis. Tetapi tahun ini, UKT di Unhas tidak ada lagi yang Rp 0. Seperti di kampus-kampus lainnya, UKT paling murah di kampus berlogo ayam jantan itu dipatok Rp 500 ribu.
Keterangan tersebut disampaikan langsung Rektor Unhas Jamaluddin Jompa. Informasi itu dia sampaikan sekaligus merespon kabar bahwa di Unhas terjadi kenaikan UKT. ’’Tidak ada kenaikan UKT di Unhas,’’ tengasnya.
Jamaluddin mengatakan yang terjadi di Unhas adalah penambahan kelompok UKT. Tahun lalu kelompok UKT di Unhas terdiri dari delapan jenjang atau grade. Tahun ini ditambah satu grade, sehingga total ada sembilan kelompok UKT.
Jamaluddin mengatakan dihapusnya UKT Rp 0 atau gratis tersebut, sesuai dengan aturan di Kemendikbudristek. Dia menyatakan bahwa Kemendikbudristek tidak memperkanankan adanya UKT Rp 0 untuk mahasiswa baru. Kalaupun ada yang kuliahnya gratis, murni dari program KIP Kuliah. Bukan karena UKT yang dipatok oleh kampus Rp 0.
Jamaluddin mengatakan mereka berupaya keras, supaya tidak ada mahasiswa yang putus kuliah gara-gara tidak mampu membayar UKT. Untuk itu disiapkan berbagai kebijakan, termasuk penyediaan beasiswa. Selain itu dia mengatakan menerapkan formulasi khusus dalam menentukan grade UKT untuk setiap mahasiswanya. ’’Bagi (mahasiswa dari) keluarga yang mampu, berkontribusilah untuk pengembangan pendidikan kita,’’ jelasnya.
Di bagian lain gejolak kenaikan UKT di tengah jalan yang terjadi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih terus berlanjut. Koordinator Aliansi Mahasiswa Menggugat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Najib Jayakarta mereka mengatakan aksi demonstrasi dari mahasiswa terus bergulir. ’’Kemarin (22/5) kami menggelar aksi lagi,’’ katanya. Tuntutannya masih sama, yaitu menolak kenaikan UKT yang ditetapkan ketika sebagian mahasiswa baru sudah dinyatakan diterima.
Dia mengatakan sampai saat ini pihak rektorat masih belum bisa memberikan solusi terkait kenaikan UKT di tengah jalan itu. Najib mengatakan kampus harus bisa mengabulkan sejumlah gugatan dari mahasiswa. Diantaranya adalah menyediakan solusi bagi mahasiswa kurang mampu untuk membayar UKT UIN Syarif Hidayatullah yang terbaru. Kenaikan itu cukup memberatkan, karena ada yang sampai naik 50 persen.
Kemudian kampus dituntut untuk transparan dalam mengambil kebijakan kenaikan UKT. Kampus juga harus melibatkan mahasiswa dalam mengambil kebijakan strategis. Termasuk dalam penentuan UKT untuk mahasiswa baru. ’’Jika dalam 3×24 jam masih diabaikan, kami akan melaksanakan aksi lebih massif,’’ tuturnya.
Sebelumnya jajaran rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sudah menyampaikan penjelasan mengenai perubahan UKT tersebut. Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta M. Ali Irfan mengatakan, UKT di kampusnya tidak pernah mengalami kenaikan sejak tahun akademik 2017-2018 lalu.
Irfan menceritakan besaran UKT di kampusnya tidak pernah mengalami penyesuaian signifikan sejak keluarnya Keputusan Menteri Agama (KMA) 157/2017 yang lalu. Kondisi tersebut berakibat pada nilai perolehan UKT untuk kegiatan berbiaya langsung dan tidak langsung.
Di sisi lain kondisi kebutuhan dasar untuk operasional didasarkan atas kebutuhan pokok PTKIN yang sudah meningkat signifikan. ’’Sedangkan nilai UKT tidak pernah disesuaikan sebagaimana yang diharapkan untuk menopang operasional PTKIN,’’ kata Irfan dalam keterangannya Selasa (14/5).
Dia menceritakan selama kurun beberapa tahun terakhir, kondisi moneter sudah banyak mengalami perubahan. Seperti penurunan nilai mata uang Rupiah. Dia mengatakan pada 2017 lalu nilai kurs Rupiah mencapai posisi Rp 13.579 per dolar. Sedangkan saat ini sudah bertengger di Rp 16.050 per dolar.
Kondisi moneter tersebut berdampak pada kapasitas pembiayaan kebutuhan sarana dan prasarana belajar mahasiswa. ’’Untuk itu diperlukan penyesuaian UKT yang sejatinya dibutuhkan bagi peningkatan kualitas sarana prasarana kegiatan mahasiswa,’’ jelasnya.
Irfan lantas menceritakan kebutuhan biaya operasional PTKIN seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sangat besar. Tahun lalu misalnya, dibutuhkan anggaran mencapai Rp 667,54 miliar. Dari jumlah tersebut, uang yang terkumpul lewat UKT mahasiswa tercatat Rp 319 miliar atau sekitar 47,77 persen. Sisanya ditopang dari APBN dan sumber-sumber yang sah lainnya.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Saepudin mengatakan, penyesuaian UKT tetap dilakukan dengan memperhatikan asas keadilan dan keterjangkauan. ’’Sehingga para mahasiswa dan keluarga dari berbagai lapisan ekonomi bisa mengaksesnya,’’ katanya. (far/mia/wan/Jawa Pos)