BP2MI Minta Permendag 36/2023 Ditinjau Kembali

POJOKBANDUNG,JAKARTA – Ternyata, tak hanya jastiper atau traveler yang dibuat pusing tujuh keliling dengan Permendag Nomor 36 Tahun 2023.


BP2MI Minta Permendag 36/2023 Ditinjau Kembali

Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani beri arahan kepada Tim Pengawas Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Pos Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Rabu (24/1/2024). Dokumentasi jabar.bp2mi.go.id

Para pekerja migrant Indonesia (PMI) sepertinya mengalami hal yang sama.

Baca Juga : Kapal dari Merak Hanya Turunkan Penumpang di Bakauheni, Tak Ada Tiket Tambahan, Polda Banten Minta Pemudik tanpa Tiket Tak Memaksakan Diri Berangkat ke Merak

Hal ini terbongkar dari sidak Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani ke sejumlah titik penampungan barang jasa titip.

Banyak barang milik PMI yang tertahan.

Sebelumnya, BP2MI telah melakukan kunjungan kerja ke Pelabuhan Tanjung Emas dan bersama dengan Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC).

Baca Juga : H-3 Lebaran 2024, Jalur Nagreg Kabupaten Bandung Menuju Limbangan Garut Ramai Lancar

Lalu berlanjut ke wilayah Surabaya, Jawa Timur.

Kunjungan ini merupakan tindaklanjut dari rapat koordinasi antara BP2MI dengan Ditjen Bea Cukai pada tanggal 21 dan 26 Maret 2024 terkait implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141 Tahun 2023 tentang ketentuan Impor Barang Pekerja Migran Indonesia.

Kunker ini dilakukan untuk meninjau secara langsung barang milik PMI yang terkena larangan pembatasan (lartas).

Benny mengungkapkan, penumpukan barang PMI ini menyebabkan banyak barang yang tidak sampai dengan tepat waktu di dalam negeri.

Kendati begitu, dia memaklumi pihak bea cukai karena hanya menjalankan kewajiban terutama dalam masa transisi kebijakan.

”Justru Bea dan Cukai melanggar peraturan jika tidak melaksanakan Permendag ini,” ujarnya.

Namun, hal yang disesalkan olehnya, adalah semangat BP2MI untuk mengusulkan pembebasan barang PMI yang dirumuskan dalam bentuk relaksasi pada Permendag 36/2023 ternyata menyebabkan kesimpang-siuran terhadap kategori pembatasan dan praktiknya di lapangan.

”Rekan-rekan Bea dan Cukai adalah pelaksana peraturan, bukan pada level perumusan. Yang saya pertanyakan adalah isi dari peraturan itu sendiri. Permendag 36 tahun 2023 harus ditinjau kembali,” tegasnya.

Benny menyadari, bahwa peraturan dari Kemendag dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai kebijakan dan pengaturan impor ini menyasar kepada importir bermodal besar yang suka nakal.

Mereka biasa memasukkan barang berjumlah besar, bernilai tinggi, untuk dijual kembali ke Indonesia namun coba mengakali biaya pajaknya.

”Contohnya seperti orang bervisa turis, yang memasukkan barang mewah seperti motor mewah, sparepart modif, tas branded, dan sebagainya. Tetapi pada praktiknya, para Pekerja Migran Indonesia yang membawa barang-barang harian selalu terkena imbasnya,” keluhnya.

Menurutnya, kebijakan ini merupakan regulasi yang menimbulkan konsekuensi yang berat untuk BP2MI dan Bea Cukai.

Pihak Bea Cukai acapkali dituding sebagai pihak yang selalu mempersulit PMI saat hendak mengirim barang untuk keluarganya di tanah air.

Padahal Bea Cukai hanya pelaksana dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan tersebut.

”Peraturan Menteri Perdagangan terkait lartas jelas-jelas membebani Pekerja Migran Indonesia, bahkan mengancam barang-barang pekerja migran akan dimusnahkan,” katanya.

Adapun BP2MI, lanjut Benny, sebagai lembaga negara yang berfungsi melindungi para PMI berkewajiban menyelesaikan persoalan tersebut.

Ia berjanji akan menyampaikan hal ini pada Presiden, khususnya pemulangan barang kiriman dari luar negeri yang kerap terkena lartas.

Mengingat semangat pemerintah adalah memberikan kemudahan bagi para pahlawan devisa melalui relaksasi pajak barang bawaan PMI, bukan pembatasan dan larangan barang bawaan milik PMI.

Pihaknya juga akan berkonsolidasi dengan Menteri Perdagangan agar mau memberikan solusi yang bijak terkait persoalan ini.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menilai wajar jika barang bawaan milik PMI yang pulang kampung berjumlah banyak dan melebihi ketentuan Permendag 36/2023.

Sebab, mereka ini sudah lama tidak pulang.

Karenanya, dia menyesalkan, 57 persen barang milik PMI banyak tertahan dii sebuah kawasan pergudangan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

”Mereka tidak sering pulang. Ada yang bertahun-tahun kerja baru pulang. Wajar jika barang bawaan banyak,” ungkapnya.

Politikus PDI Perjuangan itu menyebut aturan mengenai impor tersebut baik.

Namun harus didukung dengan sistem yang apik sehingga tidak merugikan.

BP2MI, Kementerian Perdagangan, dan Bea Cukai diminta olehnya untuk segera mencari solusi untuk kemudahan para PMI.

Ia meyakini bahwa barang kiriman atau bawaan dari PMI ini bukan bertujuan komersil.

Namun lebih banyak digunakan untuk kebutuhan keluarganya di kampung halaman.

”Mereka ini pahlawan devisa. Rp 220 triliun tiap tahun. Jangan dipersulit lah,” pungkasnya.

Namun, di lain pihak, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso mengatakan bahwa penerbitan Permendag justru tujuannya adalah memberikan kemudahan dan relaksasi terhadap impor barang kiriman yang dilakukan PMI.

”Untuk beberapa kelompok barang tertentu, barang dapat diimpor dalam keadaan baru maupun tidak baru dengan jumlah tertentu dan dikecualikan dari kewajiban memiliki perizinan impor dari Kemendag,” ujar Budi.

Budi menegaskan, Permendag 36/2023 harusnya dapat menjawab permasalahan barang kiriman PMI yang jumlahnya ratusan kontainer dan sempat tertahan di bulan Desember tahun 2023 lalu.

Dalam Permendag kebijakan dan pengaturan impor sebelumnya, pengecualian atas ketentuan pembatasan impor untuk impor barang kiriman PMI belum diatur secara tegas. “Permendag 36 2023 akan memberi kepastian aturan dalam hal impor barang kiriman PMI di masa mendatang,” urai  Budi.

Mengenai pemberitaan terkait tertahannya barang kiriman PMI di gudang penyimpanan barang logistik di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Budi menyampaikan bahwa terjadi kesalahpahaman saat inspeksi mendadak pada Kamis lalu (4/4).

Dalam sidak tersebut, terungkap bahwa barang bawaan PMI yang tertahan merupakan barang yang baru tiba. Untuk itu, Kemendag akan berkoordinasi lebih lanjut dengan BP2MI untuk merespons kesalahpahaman tersebut.

“Barang yang tertahan di TPS bukan barang lama, tapi barang yang baru tiba. Juga ada indikasi barang atas nama PMI sebenarnya bukan milik PMI dan jumlahnya melebihi batasan yang diatur,” tambah Budi. (mia/agf)

 

 

Loading...

loading...

Feeds