POJOKBANDUNG.com, SOREANG – Pengarusutamaan bahasa ibu penting dilakukan untuk melestarikan dan membumikannya agar tetap eksis.
Pengarusutamaan bahasa ibu setidaknya dapat dilakukan di tiga lingkungan yang efektif, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Demikian diungkap Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin saat membuka Festival Tunas Bahasa Ibu Jenjang SD dan SMP Tingkat Provinsi Jawa Barat dan Banten Tahun 2023 di Sutan Raja Hotel Soreang, Kabupaten Bandung, Selasa (14/11/2023).
Bey mengapresiasi terselenggaranya Festival Tunas Bahasa Ibu karena menjadi salah satu agenda penting dalam menggali dan merawat kecintaan terhadap bahasa ibu sebagai warisan budaya yang sangat berharga, sekaligus memupuk rasa bangga akan keberagaman bahasa yang ada di Tanah Air.
Ia menilai, festival ini juga bukan sekadar ajang perlombaan bagi anak-anak di jenjang SD dan SMP, melainkan peluang untuk mengasah keterampilan berbahasa, kreativitas, dan daya imajinasi.
“Saya yakin setiap peserta telah menunjukkan kesungguhannya dan kerja keras yang luar biasa dalam mempersiapkan diri untuk tampil hari ini,” ujar Bey.
“Mari kita jadikan momentum hari ini sebagai langkah yang menginspirasi perjalanan pendidikan dan pembelajaran bahasa di Jawa Barat dan Banten menuju tingkat yang lebih baik,” tambahnya.
Apalagi bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang dikuasai dan dipahami oleh seseorang saat dirinya pertama kali mengenal bahasa serta belajar bicara sejak lahir.
Pada umumnya proses ini berkembang melalui interaksi dengan sesama anggota keluarga ataupun masyarakat di lingkungannya.
“Artinya, bahasa yang dipahami dan diucapkan pertama kali oleh seseorang itulah yang menjadi bahasa ibu orang tersebut,” katanya.
Lebih luas lagi, sambung Bey, Indonesia sangat kaya akan bahasa daerah, tentunya bahasa ibu pun sangat beragam.
Menurut Laboratorium Kebhinekaan Bahasa dan Sastra, bahasa ibu yang ada di Indonesia sebanyak 718 bahasa.
Maka dari itu, Bey mengajak semua pihak melestarikan bahasa ibu agar tidak punah. Apalagi jika jarang digunakan oleh masyarakat dan tidak lagi dipedulikan serta tergeser oleh bahasa yang lebih dominan, seperti bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing.
“Beli jambu di balai kota, beli mangga di Cisangkan, bahasa ibu adalah budaya kita, mari kita jaga dan lestarikan,” pesan Bey lewat pantun.
Revitalisasi Bahasa Daerah
Kepala Balai Bahasa Provinsi Jabar Herawati mengungkap bahwa Festival Tunas Bahasa Ibu 2023 merupakan bagian dari revitalisasi bahasa daerah.
“Upaya melestarikan bahasa, budaya, dan sastra Sunda merupakan tanggung jawab kita bersama,” kata Herawati.
“Selain masyarakat sebagai pemilik bahasa, pemerintah pun harus turut andil dalam pelestarian bahasa ini,” tambahnya.
Adapun kegiatan tahun ini diikuti 787 peserta terdiri dari 189 putra dan 192 putri siswa SD, kemudian sebanyak 203 putra dan 203 putri siswa SMP. Selain itu hadir pula 114 guru yang mendampingi.
Adapun peserta merupakan perwakilan dari 27 kabupaten/kota di Jabar dan dua kabupaten dari Provinsi Banten, yakni Pandeglang dan Lebak.
Sementara itu terdapat 23 orang juri yang merupakan pakar, praktisi, dan akademisi di bidang bahasa dan sastra Sunda yang memberikan penilaian objektif.
Sejumlah perlombaan yang diikuti para peserta adalah lomba Ngarang Carpon (mengarang cerita pendek), Nembang Pupuh, Ngadongeng Maca Sajak serta Borangan (Ngabodor Sorangan/ stand up comedy berbahasa Sunda).
“Bahasa daerah merupakan wujud kebhinekaan Indonesia. Kita hadirkan bahasa daerah yang adaptif terhadap perkembangan zaman,” ujar Herawati.
Diusulkan ke UNESCO
Sementara itu Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi E. Aminudin Aziz mengapresiasi Penjabat Gubernur Bey Machmudin yang telah membuka dan mendukung kegiatan hari ini.
“Terima kasih juga para guru, tim dinas pendidikan, pakar, praktisi, dan pembina atas dukungan luar biasa sehingga merebak festival ini,” kata Aminudin.
Aminudin juga mengungkap bahwa bahasa Indonesia tengah diusulkan sebagai bahasa resmi dalam sidang umum UNESCO.
“Komite legal yang beranggotakan puluhan negara, saya ditanyai oleh mereka apa alasannya kemudian saya jelaskan sampai tuntas, dan tidak ada satu negara pun yang menyatakan keberatan,” ungkap Aminudin.
“Itu prestasi ketika bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi di lembaga internasional UNESCO. Ketuk palunya sekitar tanggal 20 sampai 22 pada sidang pleno. Mudah-mudahan tidak ada aral melintang,” pungkas Aminudin.