POJOKBANDUNG.com, SOREANG – Dua pria yang masing – masing berinisial SM (30) alias Dede dan RI (28) alias Iwan, ditangkap Tim Satuan Reserse Narkoba Polresta Bandung akibat mengedarkan obat keras dan melakukan praktik aborsi ilegal melalui platform online.
Praktik tersebut diakui oleh pelaku telah berjalan selama dua tahun terakhir sejak tahun 2021. Hal itu diakui oleh SM saat ditampilkan dalam ungkap kasus penjualan obat ilegal yang dugelar di Mapolresta Bandung, Senin (6/11).
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan dalam praktiknya salah satu tersangka yakni SM pun mengakui dirinya adalah seorang dokter untuk meyakinkan para korbannya.
“Pelaku SM ini mengaku sebagai dokter untuk bisa menjual obat – obat terlarang yang seharusnya diperjualbelikan berdasarkan resep dokter,” kata Kusworo.
Dirinya menjelaskan para pelaku tersebut menjalankan aksinya melalui media sosial _facebook_ untuk menawarkan jasa aborsinya. Nantinya setelah ada korban yang berminat, pelaku akan melanjutkan konsultasinya tersebut lewat _whatsapp_.
“SM yang membuat group di _facebook_ untuk menjaring konsumennya, setelah banyak yang tergabung dalam group tersebut, kemudian pelaku bertukar nomer WA dan di konsultasikan via WA, kemudian pada saatnya dilakukan transaksi obat terlarang ini,” jelasnya.
Tersangka kepada konsumennya memberikan obat jenis mipros misoprostol 200mg dan cytotec misoprostol 200mg. “Kalau dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Kabupaten Bandung, obat ini hanya untuk magh akut atau untuk mengeluarkan seandainya ada jaringan yang tertinggal pasca melahirkan, jadi kalau sudah melahirkan, terus ada pendarahan ternyata ada jaringan yang tersisa dalam rahim maka obat ini bisa difungsikan untuk membersihkan jaringan tersebut,” ungkapnya.
“Bahanya adalah ketika mengkonsumsi obat ini, namun ternyata jaringan itu tidak keluar maka bayinya itu kemungkinan bisa menyebabkan cacat dan bisa juga menyebabkan infeksi yang bisa berbahaya bagi si Ibu,” lanjutnya.
Dari hasil pemeriksaan kepada kedua tersangka, diketahui bahwa mereka menawarkan menjual obat tersebut kepada konsumennya seharga Rp.
1,5 juta per strip yang berisi 12 butir obat. Padahal para pelaku tersebut mendapatkan obat tersebut seharga Rp. 2,5 juta untuk 12 strip obat.
Atas perbuatannya tersebut, kedua tersangka akan dijerat dengan pasal 435 UU kesehatan tentang barang siapa yang tidak sesuai dengan keahlian atau kewenangannya melakukan praktek farmasi atau menyediakan fasilitas farmasi tanpa izin dengan ancaman hukuman minimal pidana penjara 5 tahun atau maksimal 12 tahun. (rup)