POJOKBANDUNG.COM, JAKARTA—Tersangka kasus penggelapan dalam jabatan Zainal Muttaqin telah ditahan. Namun, masih ada sejumlah kasus lain yang menjeratnya, salah satunya dugaan pemalsuan surat dan atau penggelembungan piutang.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim akan melimpahkan tahap dua untuk barang bukti dan tersangka ke Kejaksaan Negeri Balikpapan Kamis mendatang (24/8).
PT Indonesia Energi Dinamika (IED) melaporkan Zainal ke Bareskrim Februari 2023 lalu. laporan itu terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau penggelembungan piutang (Pasal 263/ Pasal 400 KUHP). Direktur Utama PT IED Daniel Mahendra dalam surat laporannya melaporkan bahwa Zainal dalam proses pra-verivikasi hutang PKPU PT IED telah melakukan upaya memposisikan seolah-olah mempunyai tagihan pada PT IED senilai 200 milyar rupiah.
Klaim itu didasari suatu dokumen yang bertanggal 12 Desember 2016 tapi menggunakan materai bernilai Rp 10.000 yang baru dikeluarkan pemerintah tahun 2021. Zainal sempat menyerahkan dokumen ini ke pengurus PKPU melalui kuasanya, bernama Rachman Muttaqin yang juga putranya. Dokumen tersebut ditandatangani Zainal dan Marsudi Sukmono, mantan Direktur Keuangan PT IED. Sukmono dan Rachman juga dilaporkan PT IED untuk kasus yang sama.
Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Kombespol Andri Sudarmadji menuturkan bahwa dengan berkas perkara tersangka ZM sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa, maka pekan ini akan dilakukan pelimpahan tahap dua atau penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Kejagung. ”Yang selanjutnya ke Kejaksaan Negeri Balikpapan,” paparnya.
Sementara Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan menuturkan bahwa untuk jadwal pelimpahan tahap dua ini telah dipastikan. Rencananya, pelimpahan dilakukan pada Kamis (24/8). ”Langsung ke Kalimantan,” terangnya kepada Jawa Pos Selasa (22/8).
Bagian lain, Kuasa Hukum Zainal, Sugeng Teguh Santoso berencana mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Menurutnya, proses permohonan penangguhan penahanan itu sudah dimulai. ”Saya yakin bisa ditangguhkan,” jelasnya.
Walau sebelumnya, dia mengakui bahwa dalam kasus ini kesempatan untuk melakukan langkah perlawanan itu hanya di Pengadilan Negeri. Posisinya kasus ini telah lengkap atau P21. ”Saya lihat polisi dalam hal ini professional, tapi tidak adil,” urainya.
Menurutnya, Profesional itu karena kepolisian telah menggunakan kewenangannya. Namun, hak tersangka itu untuk mendapatkan keadilan. ”Ada satu poin, perkara ini di polda itu sudah dihentikan, itu saya minta dimasukkan ke berkas perkara,” ujarnya.
Lalu, yang substansi kasus adalah tempus delecti atau waktu terjadinya tindak pidana. Tuduhannya dalam kasus ini menggelapkan sertifikat pada 2016 hingga 2020. ”Sertifikatnya sudah sejak 2005 milik AM,” jelasnya.
Kalau memang diklaim uang pembelian aset itu dari PT Jawa Pos Jaringan Media Nusantara (PT JJMN) dan PT Duta Manuntung, maka seharusnya dibuktikan tempus delectinya. Menurutnya, kasus ini tidak masuk logika. ”Gak bisa dibuktikan,” jelasnya kemarin.
Sementara Kuasa Hukum PT JJMN Andi Syarifuddin mengatakan, Zainal ini pernah menjadi Dirut PT Duta Manuntung, saat menjadi direktur itulah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang. Diantaranya, menggunakan nomor rekening pribadi sebagai lalu lintas keuangan perusahaan. ”Setelah uang perusahaan terkumpul, digunakan untuk membeli aset,” jelasnya.
Aset tersebut tersebar di Kalimantan Timur. Termasuk aset berupa tanah yang menjadi obyek perkara pidana yang kini membuat Zainal ditahan kepolisian. ”Aset itu diatasnamakan pribadi. Setelah berhenti menjadi direktur, aset itu diklaim atas nama pribadi,” paparnya.
Malahan, Zainal meminta PT Duta Manuntung untuk mengosongkan kantor yang ada di atas tanah itu. Dia mengatakan, ada pula sertifikat tanah yang dijaminkan ke bank dan uang hasil pinjaman bank digunakan untuk kepentingan perusahaan lainnya. ”Yang tidak ada hubungannya dengan PT Duta Manuntung,” urainya.
Dia mengatakan bahwa terkait kuasa hukum ZM yang menyebut kasus dihentikan, semua itu tidak benar. Penyidik Polda Kalimantan Timur hanya mengeluarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP). ”Bukan SP3 atau penghentian perkara. Jadi keliru kalau disebut pernah dihentikan,” jelasnya.
Terkait masalah waktu kejadian, tidak ada masalah. Menurutnya, pidana diketahui setelah aset diminta untuk dikembalikan. ”tapi, Pak Zainal tidak mau mengembalikan. Ini kasus penggelapan, syaratnya harus diminta terlebih dahulu. Kalau tidak mau kembalikan baru pidana,” tegasnya.
Dia mengatakan, karena ini sebuah tindak pidana. Maka, yang wajib membuktikan adalah jaksa. Karena Bareskrim telah menetapkan tersangka, maka dipastikan buktinya cukup.”Saya pikir penyidik Mabes Polri telah professional,” jelasnya. (idr/jp)