POJOKBANDUNG.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, gejolak yang terjadi di internal PDIP sebagai fenomena yang biasa dalam politik jelang pemilu.
Setiap ada kebijakan partai yang tidak memuaskan, pihak-pihak yang kecewa bakal memutuskan untuk hengkang.
Fenomena itu, terjadi juga di partai lain semisal Nasdem usai deklarasi Anies. Sepanjang sejarah pemilu, fenomena itu pasti terjadi di banyak partai.
“Di pilpres 2019 dan 2014 banyak juga yg pindah. Di golkar ada, di partai lain ada,” ujarnya, kemarin.
Dalam kasus Budiman dan Effendi di PDIP, Adi juga menduga ada faktor lain yang melatarbelakangi sikap keduanya. Misalnya pencalegan atau nihilnya peran di internal partai.
Budiman misalnya, dalam beberapa tahun tidak dilibatkan dalam struktur pengurus. Kemudian, namanya juga tidak masuk dalam daftar caleg PDIP. Situasi itu, bisa saja melatarbelakangi akrobatik politiknya.
“Sehingga mereka coba berontak dan mencari pelabuhan baru yang bisa menampung eksistensi mereka,” kata Adi.
Karena hakikatnya, lanjut dia, basis kalkulasi politisi adalah eksistensi dan keuntungan bagi karir politiknya.
Jika partai lama sudah tidak menguntungkan lagi, maka mereka akan mencari pelabuhan baru yang lebih menjanjikan. “Jadi mazhab politik itu untung rugi,” tegasnya.
Bagi PDIP sendiri, ketegasan sikap diperlukan. Itu untuk menjaga tradisi partai yang wajib tegak lurus dengan keputusan Megawati.
“Itu menunjukkan bagi PDIP tak boleh ada orang yang membangkang secara politik,” pungkasnya. (lum/far/jp)