Akan tetapi, kata Rasyid, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut akan lebih kuat dimasa depan jika ditopang dengan kualitas SDM yang unggul, apalagi peran mahasiswa Islam menyongsong menuju Indonesia Emas 2045.
“Mahasiswa merupakan “elit” sosial sebagai kelas menengah. Kelas ini dalam sejarahnya selalu menjadi pionir perubahan,” jelasnya.
Rasyid juga beberkan peluang yang bisa dilakukan mahasiswa/ anak muda di tengah situas menantang saat ini. Pertama, mengasah jiwa kemandirian, dimana anak muda tidak tergantung pada siapa pun, bahkan bisa mengcreate suatu produk/ jasa, dan bisa membuka lapangan kerja.
“Tren global dan nasional juga mendukung gejala itu, dimana Gen-Y (Milenial) dan Gen-Z tidak lagi menjadikan posisi “Pekerja” sebagai tujuan. Mereka justru banyak yang berani melakukan bisnis dari skala mikro, dan tidak takut mencoba hal baru (Entrepreneurship),” paparnya.
Jiwa kemandirian itu juga sudah Rasyid lakukan. Ia bercerita ketika lulus kuliah memutuskan untuk berwira usaha yakni budidaya ikan lele di Bekasi karena ia membaca peluang pasarnya sangat besar.
Lihat saja berapa banyak warung/ kedai yang menjajakan ikan lele sebagai menu andalan. Misalnya “Warung Tenda Lamongan” yang tersebar di seluruh Jakarta. Juga Bandung. Belum lagi kedai dan warung lainnya.
“Saya tidak memungkiri bahwa dengan posisi saya saat itu, tidak mengalami kesulitan dalam permodalan. Tapi dalam banyak kasus yang dialami teman saya, dimana mereka juga berangkat dari nol, namun bisa sukses. Kuncinya bukan di modal, namun visi bisnis kita dan semangat entrepreneurship,” ujarya.
Dengan visi dan semangat entrepreneurship tersebut sebagai pengusaha budidaya ikan lele, Rasyid turut membantu operasional perusahaan keluarga. Menurutnya, ini bagian dari tanggung jawab untuk melanjutkan dan membesarkan bisnis yang sudah dirintis orang tua.
Tak sampai disitu, pada 2014, Rasyid sudah melihat potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) atau Renewable Energy. Sebab tren dunia mengarah kesana. Pada konteks itu, terdapat tantangan besar yang dihadapi.
Dimana usaha yang dirintis ayahnya (Hatta Rajasa) di bidang pengeboran minyak dan usaha di sektor perminyakan, sedang memasuki sunset industry karena berkontribusi pada global warming yang tidak sejalan dengan konsep sustainable development.
“Dari situ saya bersama teman-teman mendirikan usaha Compressed Natural Gas (CNG), yang termasuk energi bersih. Awalnya CNG sangat sulit ditawarkan ke sektor industri, mengingat tidak mampu berkompetisi dengan batubara dan minyak diesel subsidi,” terangnya.