POJOKBANDUNG.com – Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian merasa terkejut mendengar adanya rencana BPOM yang akan melakukan pelabelan BPA Free terhadap kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang tanpa memperhatikan keberatan dari para pelaku industri. Karenanya, BPOM diminta untuk menyampaikan presentasi terlebih dulu terkait pro kontra terkait rencana kebijakan itu sebelum mengeksekusinya.
“Kami sama sekali belum mendengar rencana itu. Saya juga terkejut setelah saya baca TOR webinar ini, dan dikuatkan oleh Pak Rachmat (Ketua Umum Aspadin). Kalau Pak Edy (Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin) kan kami sesama regulator, kami sering tektokan. Jadi, saya pikir kita harus endorse ke teman-teman Badan POM untuk mengkaji ulang rencana kebijakan itu,” ujar Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh, dalam acara diskusi media bertema “Regulasi Kemasan Pangan dan Dampaknya Pada Iklim Usaha dan Perekonomian” yang dilakukan secara daring pada Kamis (2/12).
Dia mengatakan Kemenko Perekonomian akan menjadikan apa yang disampaikan Kemenperin dan Aspadin sebagai base line utama untuk melihat secara ideal terkait Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan itu. “Masalah nanti BPOM ingin meng-goal-kan regulasi yang sekarang ini, harus menyampaikan dulu presentasi secara pro-kontranya. Saya pikir BPOM tidak bisa secara serta merta secara sendiri mengeksekusi regulasi itu,” ucapnya.
Menurutnya, dalam menyusun kebijakan label BPA Free terhadap galon guna ulang itu, BPOM seharusnya juga melihat keseimbangan usaha di Indonesia. “Ini kan masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Apalagi saya mendengar dari Pak Rachmat bahwa selama 40 tahun AMDK galon guna ulang ini beroperasi, belum ada kasus orang meninggal gara-gara cemaran BPA dari galon guna ulang ini. Ini seharusnya didengar teman-teman dari BPOM,” tukasnya.
Karenanya, dia mengajak Kemenperin dan juga Aspadin untuk sama-sama meng-endorse BPOM untuk mengkaji ulang rencana kebijakan pelabelan BPA Free terhadap galon guna ulang. “Bagaimanapun juga BPOM merupakan representasi pemerintah. Kami harus berdiri secara equal, jangan sampai BPOM juga merasa fungsinya tidak berfungsi dengan baik. Tetapi, suara, based practice, dan temuan dari Pak Rachmat dan Pak Edy juga harus diperhatikan,” katanya.
Dalam hal ini, Saifulloh menyampaikan harus melakukan sesuai yang ideal dan real. “Bukannya kami mengabaikan BPOM. Kecuali kalau sudah ada bukti bahwa sebagian orang meninggal karena minum air galun guna ulang itu, baru mungkin kita pikirkan. Sampai sekarang, saya belum menerima kajian dari BPOM soal itu,” tukasnya.
Dia berjanji akan berdiskusi secepatnya dengan Kemenperin dalam konteks regulasinya yang terbaik seperti apa. “Saya pikir nanti kita tektokan dengan pak Edi konteks regulasinya terbaiknya seperti apa. Jangan sampai nanti kami kecolongan, sudah terlanjur mendeliver regulasinya, Pak Rachmat dan teman-teman malah jadi kelabakan. Sementara nanti recovery strongers together jadi nggak tercapai. Kalau ini terjadi, nanti malah jadi ngeganjel di beberapa bisnis,” katanya.
Edy Sutopo sangat bersyukur permasalahan ini terinfo ke Kemenko Perekonomian. “Kita masih punya waktu. Kita masih diberikan waktu sampai dengan tanggal 6 Desember untuk memberikan tanggapan terhadap regulasi yang ada. Jadi Pak Syaiful sudah terinfo, jadi monggo sama-sama membuat tanggapan yang proporsional dan tepat,” ujarnya.
Dia menilai wacana pelabelan BPA Free terhadap AMDK galon guna ulang yang dilakukan BPOM itu diskriminatif. Seharusnya, menurut dia, kebijakan itu harus berlaku umum. “Kalau kita meregulasi suatu kemasan plastik, ya jangan hanya PC saja. Jadi, kalau kita mau meregulasi itu tentunya harus regulasi yang bersifat umum terkait dengan kemasan plastik. Karena, masing-masing kemasan ada kelebihan dan kekurangannya,” tukasnya.
Rachmat Hidayat juga menyampaikan industri AMDK keberatan terhadap rencana perubahan peraturan BPOM terkait label pangan olahan ini. Menurutnya, jika mau melakukan pelabelan, BPOM harus melakukannya untuk semua produk pangan. Dia merujuk kepada Peraturan BPOM No. 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan dan Peraturan BPOM No.31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. “Jadi, BPOM harus membuat kebijakan atas dasar keadilan dan kesetaraan, harus mengatur semua pangan olahan dan tidak hanya AMDK,” cetusnya. (Ar)