RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Kementerian Perdagangan secara resmi meminta E-commerce untuk tidak lagi melakukan penjualan obat Ivermectin secara bebas.
Keputusan tersebut dilansir Direktur Pemberdayaan Konsumen, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Ojak Simon Manurung lewat Nota Dinas nomor: 178/PKTN.2/ND/07/2021 tertanggal 2 Juli 2021, perihal Hasil Rapat Koordinasi Penjualan Obat Ivermectin melalui E-commerce.
Ojak Simon Manurung mengatakan dalam rapat yang digelar pihaknya bersama Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) dan Halodoc pihaknya meminta secara eksplisit agar dilakukan ‘Takedown Merchant’ penjualan obat Ivermectin via E-commerce.
“Karena belum ada kesimpulan medis dari BPOM sebagai obat Covid serta harganya kini melonjak hingga 1.000% lebih,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (9/7).
Kebijakan tidak lagi menjual invermectin ini selanjutnya sambil menunggu keputusan BPOM dalam hal penetapan kebijakan atas peredaran obat Ivermectin dan kebijakan Kementerian Kesehatan terkait Pengawasan HET obat tersebut.
Dalam rapat pihak IdEA dan halodoc com, juga sepakat mendukung kebijakan pemerintah untuk melakukan pemantauan terhadap penjualan barang-barang secara online agar tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sekaligus melindungi konsumen.
“Rapat juga menegaskan Ivermectin adalah salah satu jenis obat keras yang penjualannya memerlukan resep dokter dan tidak boleh dijual secara bebas baik secara offline maupun online,” katanya.
Saat ini dipasaran terdapat 2 (dua) jenis obat Ivermectin, yang pertama untuk manusia dan kedua untuk hewan. Berdasarkan keterangan BPOM penggunaan Ivermectin pada manusia hanya untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh cacing.
“Sedangkan terkait isu yang beredar saat ini belum dapat disimpulkan secara medis bahwa obat tersebut berkhasiat menyembuhkan penderita Covid-19,” lansirnya.
Ojak menuturkan idEA telah meminta seluruh toko online yang menjual obat Ivermectin untuk sementara tidak lagi menjual obat-obatan tersebut, sampai dengan adanya kebijakan lebih lanjut dari pemerintah, khususnya BPOM sebagai otoritas yang berwenang.
Sambil menunggu surat dari Kementerian Perdagangan yang saat ini sedang disiapkan oleh Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa sebagai dasar kebijakan penghentian penjualan ivermectin melalui online, idEA juga akan terus melakukan pemantauan terhadap seluruh pelaku usaha online agar tidak lagi menjual Ivermectin baik untuk manusia maupun hewan.
Diketahui, Ivermectin klasifikasi obat keras yang harus dengan resep dokter artinya tidak dapat dijual bebas kepada konsumen tanpa resep dokter.
Sebelumnya penjualan obat Ivermectin melalui pasar online/marketplace melonjak diatas 1.000%. Obat yang tadinya hanya sekitar Rp 30.000/papan sekarang berada pada kisaran antara Rp 350.000 – Rp 500.000.