POJOKBANDUNG.com, SOREANG – Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM sebesar Rp2,4 juta atau Program Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang akan segera dilanjutkan pada 2021, diharapkan bisa terhindar dari isu-isu pungutan liar (pungli). Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tri Bambang Pamungkas.
“Saya berharap tidak terjadi lagi isu-isu miring seperti dugaan pungli yang santer terdengar pada pencairan BPUM tahap sebelumnya,” ujar Tri saat wawancara di ruang kerjanya, Soreang, Selasa (23/3/2021).
Tri mengatakan, masyarakat penerima BPUM harus lebih cerdas apabila ada oknum-oknum yang mengatasnamakan pemerintah yang mengaku-ngaku bisa membantu proses pencairan dana bantuan modal usaha tersebut. Karena dari sisi regulasi, Tri menjelaskan, pemerintah daerah (Dinas Koperasi dan UMKM) hanya sebagai fasilitator, karena itu sudah ketentuan peraturan dari pemerintah pusatnya. Dari segi aturan, BPUM itu langsung ditujukan kepada calon penerima atau kelompok.
“Jadi, yang mungkin kita lakukan dari aspek perlindungan terhadap penerima, ya kita hanya bisa menyarankan bahwa bantuan itu sepenuhnya ada di kewenangan pemerintah pusat yang dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UMKM, sehingga kita tidak bisa mengintervensi kalau sampai terjadi penyimpangan-penyimpangan. Karena itulah, sebaiknya jika ada oknum-oknum yang datang sebaiknya tidak digubris saja,” tutur Tri.
Pihak DPRD sendiri, menurut Tri, seperti halnya pemerintah daerah yang tidak bisa memberikan kebijakan apapun, karena tidak ada cantolannya di DPRD. Namun ia mengatakan pihaknya akan tetap mengontrol dan memberi saran kepada masyarakat agar jangan sampai terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Politisi muda itu mengungkapkan bahwa penyimpangan seperti pungutan liar, itu kembali lagi kepada masyarakat penerima bantuannya. Bukan menjadi kewenangan pemerintah bilamana ada oknum yang menerima imbalan dari masyarakat penerima BPUM, sebagai imbalan atas jasanya membantu pencairan.
“Hal itu kan terjadi pasti sudah ada kesepakatan diantara mereka (penerima dan oknum). Jadi kalau dari pandangan saya kemarin itu kan ada temuan, makanya rame, kalau enggak ada temuan ya mungkin yang bersangkutan pun (penerima) tidak akan berbicara keluar,” papar Tri.
Sebagai tindak lanjut, jika memang terjadi penyimpangan maka pihaknya hanya bisa melaporkan kepada kementerian terkait. Hal tersebut bisa dilakukan apabila ada masyarakat yang bersangkutan melapor atau mengadukan kepada DPRD.
“Jadi ketika diajukan laporan pun, kita hanya bisa suport data, sebab anggarannya langsung dari APBN kepada masyarakat, kecuali jika anggaran itu masuk dulu ke APBD, itu regulasinya berbeda lagi,” jelasnya.
Meski ada sejumlah kendala yang ditemukan, namun Tri menilai bantuan yang diberikan dari pusat langsung ke penerima itu cukup efektif. Karena mata rantai birokrasi dari zaman ke zaman akan terus dipangkas.
“Tapi ya resikonya ketika ada permasalahan, ya akhirnya bukan hanya pemerintah daerah, tetapi masyarakat penerima pun jadi punya persoalan-persoalan tersendiri. Sementara kita tidak bisa mengintervensi pemerintah pusat, ya kalau ke masyarakat mungkin bisa memberikan intervensi hanya saran dan peringatan saja,” pungkas Tri.