POJOKBANDUNG.com, SOREANG – Dalam rangka mencegah tumpukan sampah dipinggir jalan, masyarakat diminta untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri yang dikoordinasikan dengan pemerintah desa setempat, diantaranya melalui program Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) atau bisa juga pengadaan bank sampah.
Kasie Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung, Robby Dewantara mengatakan bahwa ada banyak program yang digulirkan guna menangani sampah. Salah satunya adalah pemberian edukasi kepada masyarakat agar secara mandiri mengolah sampah, misalnya dengan mengumpulkan sampah ke dalam karung. Jadi sampah tidak dibuang secara berserakan.
“Sudah dikarungin (sampah), baru bisa kita angkut. Kita enggak mau mengangkut kalau enggak dikarungin sama masyarakat. Karena edukasinya ada disitu,” ujar Robby saat wawancara di Soreang beberapa waktu yang lalu.
Jika edukasi tentang penanganan sampah secara mandiri ini bisa berjalan dengan baik, maka masyarakat akan lebih perhatian terhadap wilayahnya sendiri. Kalau ada orang yang buang sampah sembarang, maka otomatis warga akan menegurnya. Karena warga pasti tidak rela wilayahnya kotor lagi, apalagi sampah-sampah tersebut dibersihkan dengan susah payah.
Jadi dalam penanganan sampah ini, harus ada koordinasi antara masyarakat dengan pemerintah desa dan pemerintah kecamatan. Misalnya dengan pengadaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) atau bisa juga pengadaan bank sampah. Menurut Robby, kalau penanganan sampah hanya dari Dinas Lingkungan Hidup, maka edukasi kepada masyarakat tidak akan berjalan dengan baik.
“Selama ini kita selalu seperti itu, angkut (sampah) ada lagi, maka otomatis edukasinya tidak jalan. Banyak titik sampah liar kita intervensi, pernah kita simpan kontainer agar warga bisa buang sampah di kontainer tapi harus pakai karung. Untuk sekarang edukasinya sudah bukan lagi buang sampah di kontainer. Tapi masyarakat yang diberdayakan,” papar Robby.
“Jadi, kalau masih ada tumpukan sampah yang berserakan di pinggir jalan itu mungkin belum ada koordinasi antara warga dengan pemerintah desa,” jelas Robby.
Proses pengangkutan sampah seharusnya dilakukan dengan sistem yang terpusat seperti di TPS 3R atau bank sampah tematik. Yang semua itu dikelola dengan campur tangan pemerintah desa. Sehingga dari pihak DLH hanya perlu melakukan pengangkutan di TPS nya saja. Jika itu berjalan, kata Robby, maka tidak ada masalah jika titik pelayanan ditambah.
“Ada banyak sekali titik-titik bank sampah, misalnya di Majalaya dimana ada sembilan titik sampah liar yang sudah terkelola dalam satu titik namanya bank sampah tematik, cuman kan itu berkembang. Harapannya memang dari pihak wilayah juga sekarang bekerja sama kaitan dengan pembuangan itu,” pungkas Robby