POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Kota Bandung tengah menghadapi masalah dengan Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Seperti diketahui TPS Sarimukti masih bisa menerima sampah sampai 2023, selepas itu kota kembang belum memiliki tempat pembuangan sampah secara mandiri.
Walikota Bandung Oded M Danial mengatakan, sebagai solusi Pemkot Bandung akan menggunakan TPS Legok Nangka sama seperti lima kabupaten dan kota lainnya.
“Kami berharap agar semua legalisasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian TPS di Legok Nangka segera selesai,” kata Oded.
Terkait prosesnya, kata Oded, tentunya masih sangat jauh karena masih belum sampai tahap lelang, termasuk tiping fee yang seharusnya masuk ke dalam pembahasan, masih belum ditentukan.
“Kita menunggu regulasi dari povinsi. Karena semua regulasi ditentukan oleh pemprov. Saya berharap TPS Legok Nangka sudah bisa digunakan sebelum TPS Sari Mukti habis masa penggunaannya,” sambungnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung, Rizal Khairul mengatakan, jika Pemkot Bandung akan menerima kerjasama dengan Pemprov Jabar terkait Pembuangan Sampah ke Legok Nangka, harus ada beberapa hal yang diperhatikan.
“Ini kan ada kesepakatan baru yang ditawarkan Pemprov Jabar Kepada Pemkot Bandung, di antaranya mengenai tonase sampah yang harus dipenuhi setiap hari dan mengenai tiping fee,” jelasnya.
“Kota Bandung diminta setiap hari membuang sampah ke legok nangka sebanyak 1.300 ton sampah. Jumlah ini sangat berbeda dengan kabupaten kota lainnya seperti Kabupaten Bandung yang hanya diminta 300 ton sampah per hari, dengan alasan kemampuan mereka hanya segitu,” kata Rizal.
Tonase pembuangan sampah ini, lanjut Rijal, tentu akan berpengaruh kepada tiping fee di mana dalam kesepakatan baru, tiping fee sebesar Rp365 ribu per ton.
“Kalau jumlah ini semua harus dipenuhi, pengeluaran kita setahun khusus buat sampah saja bisa Rp100 miliar. Ini kan menghabiskan dana yang sangat besar,” terangnya.
Di sisi lain, ada Perda tahun 2013 tentang pengolahan sampah yang di dalamnya sudah diatur mengena tiping fee namun dengan harga Rp258 ribu per ton.
“Dalam kondisi ini, otomatis kita harus mengetahui alasannya kenapa tiping fee yang dibebankan lebih mahal daripada sebelumnya,” jelas Rizal.
Karenanya, sambung Rizal, pihaknya akan mengundang perwakilan dari provinsi untk memberikan pemaparan, kenapa Kota Bandung dibebankan tonase sebesar itu, lalu bagaimana jika tidak bisa memenuhinya. Jika akan dipertanyakan, kenapa tiping fee nya lebih mahal.
“Hal-hal itu yang harus kita pertanyakan, karena kita harus bisa mempertanggungjawabkan, jika pada akhirnya nanti akan menyetujui hal ini,” pungkasnya.