Jalur Sesar Lembang Dikepung Sensor, Bangun Rumah Wajib Tahan Gempa

POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah memantau aktivitas Sesar Lembang sejak tahun 1963.

Sesar Lembang adalah sesar aktif Jawa Barat yang berada sekitar 10 km arah utara Kota Bandung.

Sepanjang sekitar 25-30 km berarah barat-timur, dan menurut para ahli memiliki magnitudo tertarget 6,8.

Menurut Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Rabu (27/1), BMKG mulai memasang dan mengoperasikan seismograf WWSSN (World Wide Standardized Seismograph Network) pertama kali di Lembang 1 Januari 1963.

Daryono menjelaskan, selain untuk memantau gempa wilayah Indonesia, seismograf jenis Benioff Short Period 3 Komponen dan Sprengneter Long Period 3 Komponen yang terpasang pada daerah itu juga untuk memantau aktivitas Sesar Lembang.

Para petugas BMKG sejak lama sudah mengamati catatan gempa-gempa lokal pada seismogram analog sekitar Lembang.

Aktivitas gempa mulai 2008 dapat terpantau dengan lebih baik karena BMKG mengoperasikan jaringan monitoring gempa digital menggunakan sensor gempa dengan kawasan frekuensi lebar.

“Bukan berarti sebelum 2008 Sesar Lembang tidak terdapat aktivitas gempa. Jarangnya aktivitas gempa saat itu karena sensor gempa belum sebanyak seperti sekarang,” jelas Daryono.

“Sehingga beberapa aktivitas gempa lokal dengan magnitudo kecil tidak terekam dengan baik,” sambungnya.

Pada 2019, BMKG memasang 16 sensor seismik periode pendek lebih rapat untuk melengkapi 19 seismograf frekuensi lebar pada daerah Jawa Barat dan Banten.

Sensor gempa yang sengaja dipasang “mengepung” jalur Sesar Lembang, Cimandiri, dan Baribis untuk keperluan operasional dan kajian sesar aktif.

Keberadaan sensor gempa yang makin rapat diharapkan dapat memantau aktivitas sesar aktif Jawa Barat secara lebih akurat.

Aktivitas Sesar Lembang tampak dari gempa-gempa kecil yang masih terjadi pada sepanjang jalur sesar.

Menurut penelitian Supendi dkk (2018) yang jurnal Geoscience Letters publikasikan, selama periode 2009-2015 empat kejadian gempa teridentifikasi pada sepanjang jalur Sesar Lembang dengan menggunakan jaringan sensor gempa regional milik BMKG.

Penelitian Afnimar dkk (2015) menunjukkan adanya aktivitas gempa.

Hasil penelitian data seismik dari empat stasiun seismik temporer BMKG selama periode Mei 2010 hingga Desember 2011 itu mencatat sembilan kali kejadian gempa Sesar Lembang.

Pada 28 Agustus 2011 terjadi gempa dengan magnitudo 3,3 dengan kedalaman sangat dangkal sehingga mengakibatkan dampak signifikan, menyebabkan kerusakan 384 rumah warga di Kampung Muril, Desa Jambudipa, Kec. Cisarua, Bandung Barat.

Selain itu, penelitian Nugraha dan Supendi (2018) yang Journal of Physics publikasikan menunjukkan adanya dua kejadian gempa pada 14 dan 18 Mei 2017.

Gempa dengan magnitudo 2,8 and 2,9 yang terjadi 14 dan 18 Mei 2017 dampaknya terasa dalam skala intensitas II-III MMI, tetapi tidak menimbulkan kerusakan.

Data hasil monitoring gempa Sesar Lembang sangat penting untuk mengetahui tingkat keaktifan gempa, distribusi zona aktif gempa, mekanisme sumber gempa.

Selain itu, studi struktur bawah permukaan bumi melalui teknik tomografi untuk keperluan mitigasi.

“Tidak ada yang tahu kapan gempa kuat akan terjadi,” kata Daryono.

“Agar selamat dari gempa, kita dapat melakukan upaya mitigasi konkret dengan membangun rumah tahan gempa dan belajar cara selamat saat terjadi gempa,” tandasnya.

(jpnn/rb)

loading...

Feeds

POJOKBANDUNG.com – Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) mengumumkan kerja samanya dengan Universitas Pasundan (Unpas) melalui penandatangan Nota Kesepahaman (Memorandum …