POJOKBANDUNG.com, SOREANG– Tak takut rugi, kedai Kopi Mage yang terletak di daerah Gading Tutuka Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, menerapkan konsep bayar suka-suka.
Owner Kopi Mage, Deriana Nugraha mengatakan konsep bayar suka-suka dimulai sejak Maret 2020. Pada Januari, Kopi Mage baru pindah ke Soreang kemudian dilakukan pembenahan dan selesai pada Februari. Namun, karena ada pandemi Covid 19, ada beberapa pihak yang meminta penundaan pembangunan tahap selanjutnya.
Meski pembangunan kedai masih belum selesai, namun banyak konsumen Kopi Mage yang berdatangan. Sehingga, para pelanggan tersebut secara mandiri menyetting kedai, dari mulai kursi dan mejanya.
“Awal Maret, si tamu datang ngopi itu bikin sendiri, mereka sudah dikasih tahu bagaimana mengoperasikan espreso mesin. Nah pas mereka bikin, mereka bingung mau bayar kan. Ini belum jadi tempatnya, engga enak, masukin saja ke toples, nah itu awalnya, dari situ tiba-tiba dia bilang ke temennya, dianggap Kopi Mage buka, sebetulnya belum buka,” ujar Deriana saat dihubungi via telepon, Kamis (17/12).
Ditanya rugi atau tidak, pria yang memiliki background Food And Beverage (FnB) itu menjelaskan bahwa dalam berbisnis itu ada dua output yaitu profit dan benefit. Secara benefit, Kopi Mage bisa menjadi solusi bagi orang yang ingin menikmati kopi tapi kondisi keuangannya sedang sulit, apalagi saat ini sedang ada pandemi Covid 19. Secara profit, meskipun menerapkan konsep suka-suka, tapi profitnya masih bisa menutup biaya operasional.
“Kebetulan segmen kita kan di milenial dan Gen Z. Jadi, sekarang teman-teman semua kondisinya agak sulit, ada yang uang jajannya dikurangi karena engga sekolah ataupun engga kuliah, tapi mereka tetap ingin nongkrong dan ngopi,” jelas Deriana.
“Sebetulnya, tujuan saya adalah temen-temen bisa nongkrong dan bisa sharing, human interaksi tetap jalan, dan bisa saling diskusi, seperti fotographi, music hingga bisnis,” sambungnya.
Terkait dengan pemilihan nama kedai, kata Deriana Kopi Mage berawal dari kata Image. Jadi, pengelola mengembalikan kepada tamu untuk menginterpretasikan apa yang ada di Kopi Mage.
“Kalau di tim, Kopi Mage adalah magical, bahwa kita tidak hanya fokus dengan produk tapi ketika pelanggan kesini, juga bisa menambah teman,” katanya.
Ada satu menu yang sudah ada diawal Kopi Mage berdiri yaitu Japanese Airis. Yaitu salah satu bentuk eksplorasi dari kopi sehingga bisa menghasilkan rasa-rasa yang lain. Untuk supply chain, Deriana mengungkapkan bahwa pihaknya melibatkan stakeholder yang dekat dengan Kabupaten Bandung. Katanya, 80 persen dari Garut, kemudian Ciwidey, Rancabali, Gunung Tilu, Malabar hingga Pangalengan.
“Jadi kita mengoptimalisasi produk dari Kabupaten Bandung, untuk green bean nya, tapi untuk roast beannya kita produksi sendiri karena kita punya mesin roasting. Tambahannya seperti coklat, balik lagi ke supplyer, kita yang sudah lama bekerjasama,” ungkap Deriana.
Kedepannya, Deriana mengatakan akan ada standar menu dan harga. Tapi, untuk waktunya masih belum bisa dipastikan. Dirinya mengatakan bahwa harus terus dilakukan perbaikan kualitas pegawai. Jadi, pegawai tidak hanya paham tentang bagaimana membuat kopi, tapi juga harus paham tentang hospitaly product dan industry.
“Menurut hemat kami, kadang mereka suka lupa, mereka hanya belajar how to make a good coffee, however they forget untuk memberikan service yang baik. Nah, di hospitaly ini besar harapan kami, sedikitnya ada referensi tambahan bahwa seorang barista harus mampu untuk berkomunikasi dan deliver product knowledge,” tutup Deriana.