POJOKBANDUNG.com – Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara masuk daftar tersangka yang diumumkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri Minggu dini hari (6/12).
Dia menjadi menteri kedua di Kabinet Indonesia Maju yang terjerat kasus korupsi setelah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Juliari harus berurusan dengan KPK lantaran diduga menerima duit haram Rp 17 miliar. Uang sebanyak itu berasal dari fee bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang dibagikan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang. ”Sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bansos,” ungkap Firli. Penerimaan fee oleh Juliari, lanjut dia, tercatat sudah dua kali. Periode pertama Rp 8,2 miliar. Periode kedua Rp 8,8 miliar.
Saat Firli mengumumkan tersangka dalam kasus korupsi bansos tersebut Minggu dini hari, hanya tiga tersangka yang diperlihatkan kepada awak media. Yakni, Matheus Joko Santoso, Ardian I.M., dan Harry Sidabuke. Juliari bersama satu tersangka lain bernama Adi Wahyono tidak diperlihatkan karena sempat menjadi buron.
Mereka baru diperlihatkan setelah menjalani pemeriksaan kemarin sore. Berdasar informasi yang diterima Jawa Pos, Juliari menyerahkan diri kemarin sekitar pukul 03.00. Dia datang ke Gedung Merah Putih KPK dan langsung dibawa ke ruang penyidik. Sekitar enam jam setelah Juliari menyerahkan diri, Adi Wahyono yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos menyusul mendatangi kantor KPK. Dia tiba sekitar pukul 09.00.
Dari total lima tersangka, KPK membagi mereka menjadi dua. Yakni, tersangka penerima yang terdiri atas Juliari, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso. Dua tersangka lain, Ardian I.M. dan Harry Sidabuke, menjadi tersangka pemberi. Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, kata Firli, dijerat pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 huruf (i) Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Juliari disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Di sisi lain, tersangka pemberi disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tipikor. Apakah para tersangka juga akan dikenai pasal dengan ancaman hukuman mati sebagaimana pernah dinyatakan Firli? KPK perlu mendalami lebih dulu.
Firli tidak menampik pasal dengan ancaman hukuman mati memang ada dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Yakni, pasal 2 ayat (2). Namun, penyidik masih mencari tahu apakah perbuatan Juliari dan tersangka lain memenuhi unsur pelanggaran pasal tersebut. Dia ingin memastikan bahwa pihaknya benar-benar bisa membuktikan apabila menerapkan pasal itu. ”Tentu nanti kami bekerja berdasar keterangan saksi dan bukti-bukti apakah bisa masuk ke pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999,” tuturnya. Penyidik KPK, lanjut Firli, bakal bekerja keras untuk memastikan hal itu. Sebab, kasus tersebut berkaitan erat dengan upaya penanggulangan Covid-19 di tanah air. Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi berkali-kali meminta bansos terdistribusikan secara cepat dan tepat.
Dalam kasus yang menjerat Juliari, KPK mendapati program bansos di Kemensos dengan nilai menyentuh Rp 5,9 triliun. Anggaran sebanyak itu dibelanjakan lewat 272 kontrak yang dilaksanakan dalam dua periode. Periode pertama Mei–September. Periode kedua Oktober–Desember. Untuk mengurus program tersebut, Juliari menugasi Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK. Mereka memproses proyek itu lewat mekanisme penunjukan langsung.
Tindakan korup dilakukan Juliari dan anak buahnya dengan menyepakati fee untuk program tersebut. ”Yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui MJS (Matheus, Red),” ungkap Firli.
Setelah sepakat, mereka membuat kontrak kerja dengan rekanan. Yakni, PT Rajawali Parama Indonesia (RPI), Ardian, dan Harry Sidabuke. KPK juga menemukan petunjuk bahwa PT RPI adalah perusahaan milik Matheus.
Meski demikian, Juliari dan Adi Wahyono tetap menyetujui penunjukan langsung perusahaan itu. ”Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB (Juliari, Red) dan disetujui AW (Adi, Red),” tutur Firli. Setelah kontrak diurus, program pun berjalan. Pada periode pertama, fee yang diterima Rp 12 miliar. Dari angka itu, Rp 8,2 miliar diberikan Matheus kepada Juliari lewat perantara Adi Wahyono.
Uang miliaran rupiah itu lantas dikelola orang kepercayaan Juliari bernama Eko dan Shelvy. ”Untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB,” kata Firli. Khusus periode kedua, fee yang terkumpul Rp 8,8 miliar. Semuanya disetorkan kepada Juliari dan diduga kembali dipakai untuk membiayai urusan pribadi pejabat berlatar belakang politikus tersebut. Tidak heran barang bukti yang ditemukan KPK mencapai Rp 14,5 miliar.
Para tersangka langsung ditahan selama 20 hari pertama. Mulai 6 sampai 25 Desember. Matheus Joko Santoso ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Gedung Merah Putih, Ardian I.M. di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, dan Harry Sidabuke di Rutan KPK Cabang Kavling C1. Serupa dengan Ardian I.M., Juliari juga ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Sementara itu, Adi Wahyono mendekam di Rutan Polres Jakarta Pusat.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menambahkan, kasus korupsi yang melibatkan Juliari sangat mungkin berkembang. KPK juga akan menelusuri aliran uang yang diterima para tersangka. Dia memastikan bahwa KPK tidak memandang latar belakang politik Juliari di PDIP. Karena itu, potensi aliran dana ke partai tersebut juga akan dicari tahu. ”Itu bagian dari materi yang akan didalami,” imbuh Ali. Penelusuran itu dilakukan lewat penerimaan sejumlah uang oleh Juliari. ”Bahwa dia (Juliari, Red) menerima sekian. Kemudian ke mana selanjutnya, itu kan nanti buat dikembangkan,” lanjutnya.
Saat hendak dibawa ke dalam rutan, Juliari tidak banyak menanggapi pertanyaan yang dilontarkan awak media. Sambil berjalan, dia menyatakan bakal mengikuti proses hukum. ”Saya ikuti dulu prosesnya ya. Mohon doanya, teman-teman,” ujarnya. Dia tidak menjawab secara tegas saat ditanya apakah langsung mundur dari posisi Mensos dan kepengurusan partai. ”Iya, iya, nanti saya (terputus),” katanya singkat.
Sementara itu, penetapan tersangka terhadap Juliari tidak membuat kursi pimpinan Kemensos lowong. ”Untuk sementara, nanti saya menunjuk Menko PMK (Muhadjir Effendy) untuk menjalankan tugas Mensos,” ujar Presiden Joko Widodo di Istana Bogor kemarin (6/12).
Sebagaimana saat penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Jokowi memastikan bahwa pemerintah menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Namun, dia tetap menyesalkan penetapan Juliari sebagai tersangka. ”Saya sudah ingatkan sejak awal kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, jangan korupsi, sudah sejak awal,” ucap mantan gubernur DKI Jakarta tersebut. Tidak hanya itu, dia juga menginstruksikan para pembantunya untuk menciptakan sistem yang mampu menutup celah terjadinya korupsi.
Jokowi juga mengingatkan semua pejabat negara hingga level terbawah agar berhati-hati dalam menggunakan anggaran. Baik APBD maupun APBN. ”Itu uang rakyat, apalagi ini terkait dengan bansos dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional,” ucapnya.
(jpc)
(jpc)