POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Bandung diwarnai dugaan dukungan unsur Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) terhadap salah satu calon bupati.
Hal ini mengemuka saat Tim Advokasi Bedas (TAB) mendampingi pelapor dan saksi untuk melakukan klarifikasi di Bawaslu Kabupaten Bandung. Dalam laporan tersebut, dukungan dari unsur PKK tersebut disertai dengan bingkisan kerudung dan stiker salah satu paslon dengan pemberian uang Rp. 100.000 kepada setiap peserta.
Hal itu terjadi di Kp. Rancamanyar RT.01 RW.11 Desa Margamukti Kecamatan Pangalengan, dalam acara Sosialisasi PKK pada tanggal 18 November 2020. Unsur PKK yang melakukan kampanye salah satu pasangan calon bupati.
Dadi Wardiman mengatakan, pendampingan dilakukan untuk klarifikasi terkait kasus PKK kabupaten Bandung Pokja 3 yang ada di pangalengan.
“kampanye calon nomer 1 Nia-Usman, yang menarik selain kampanye PKK tersebut memberikan bingkisan kerudung yang ada stikernya dan uang 100rb, maka jelas masuk dalam unsur money politik, jelas terekam di video dan foto,” ujar dia.
Dalam video yang menjadi bukti laporan tersebut dan sebetulnya telah viral di media sosial minggu kemarin, dimana oknum PKK tersebut dengan lantang mengkampanyekan di hadapan kader PKK dan kader pos KB.
Menurut dia, hal tersebut jelas melanggar peraturan menteri dalam negeri nomor 18 tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, yang tertuang bahwa bahwa PKK termasuk dalam jenis Lembaga Kemasyarakatan Desa beriringan dengan Rukun Tetangga, Rukun Warga, Karang Taruna, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang semuanya dibiayai oleh APBN/APBD, dan/atau APBDes
Artinya dalam hal ini lembaga tersebut didanai oleh negara hal ini juga di atur dalam Permendagri Nomor 53 tahun 2000 Pasal 15 tentang Pembiayaan Gerakan PKK.
Serta jelas tertulis dalam permendagri nomor 18 tahun 2018 bahwa Lembaga Kemasyarakatan Desa tidak terfiliasi dalam partai politik, jika memang kader PKK tersebut terbukti melakukan hal tersebut dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 10 tahun 2016 pasal 187A ayat (1).
Isinya, bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).