Asep juga menyoroti kinerja para Calon Wakil Bupati. Menurutnya, kurang bisa mengimbangi dan tidak begitu kuat dalam penyampaian substansi. Sehingga, kata Asep, para Calon Wakil Bupati ini terkesan “pelengkap penderita”. Seharusnya, harus ada persiapan yang matang. Karena debat yang bagus itu bisa mengoreksi, mengklarifikasi, bahkan ada rekomendasi baru.
“Debat berikutnya, kalau tidak disiapkan dengan baik, ya monoton. Harus ada pelatihan dalam debat itu. Dan substansinya disiapkan dengan sangat baik dan cermat, penuh dengan data yang berbicara, bagaimana cara mengcounter orang, mengkonfirmasi, mengklarifikasi, mengoreksi pendapat paslon lain,” tuturnya.
Kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Asep menyarankan agar tema debat selanjutnya bisa dibuka sejak awal. Agar tema tersebut bisa dirumuskan oleh pasangan calon. Sehingga bisa menghasilkan poin penting.
“KPU harus mengajukan topik jauh-jauh hari, supaya mereka (pasangan calon) betul-betul siap, ini kan penting, jangan sampai dipermalukan karena tidak bisa menjawab pertanyaan dengan baik,” tutup Asep.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengatakan dalam debat kedua, tidak lebih baik dari yang pertama. Menurutnya, terasa semakin hambar, dan normatif. Banyak persoalan yang seolah tidak dipahami oleh kandidat, apalagi yang terkait dengan hal-hal implementatif. Para pasangan calon ini lebih banyak menyampaikan wacana.
“Dan hal itu semakin sulit menilai, apakah kandidat punya strategi dalam membuktikan janji kampanye atau tidak,” ujar Dedi saat dihubungi via pesan singkat, Minggu (15/11).