Makanan Pokok Tak Hanya Nasi, Banyak Jenisnya tapi Cermati Porsinya

Tak kenyang kalau belum makan nasi. Mungkin itulah pola pikir sebagian besar penduduk tanah air. Padahal, banyak alternatif bahan makanan pokok selain nasi dengan kandungan gizi yang bersaing.

Nasi menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia sejak lama. Bahkan, negeri kita bak ditakdirkan makan nasi. Food historian Fadly Rahman menyatakan, berdasar penelitian arkeologi dan filologi, konsumsi nasi dimulai sejak zaman Jawa Kuno. ”Di peninggalan abad ke-10 SM, penduduk kita sudah mulai budi daya dan konsumsi nasi. Untuk jenisnya, ada beras putih, merah, hitam, dan pulut atau ketan,” paparnya.

Sebelum budi daya nasi, penduduk tanah air mengonsumsi talas dan sagu. ”Meski sekarang identik dengan Indonesia Timur, persebaran konsumsinya dulu merata,” kata Fadly.

Pada abad ke-16, ubi mulai diperkenalkan pendatang dari Portugis dan Spanyol. Disusul singkong atau ketela pohon pada abad ke-19. Namun, budi dayanya tak semasif padi.

Penulis Jejak Rasa Nusantara itu menuturkan, beras mudah diterima lantaran kondisi tanah dan iklim menunjang. Terutama di Jawa dan Sumatera. Berbeda halnya dengan ubi, singkong, sagu, maupun talas yang lebih ”bandel”. Tahan di berbagai iklim dan kondisi tanah. ”Akhirnya, bahan pangan itu dipandang sebatas bahan substitusi saat paceklik atau sebatas snack,” ujar Fadly.

Dia mengungkapkan, untuk mengerem ketergantungan pada beras, pada masa awal kemerdekaan pemerintah telah mencanangkan program diversifikasi pangan lewat prinsip empat sehat lima sempurna. ”Kita diperkenalkan sumber karbohidrat alternatif seperti jagung, ubi, dan singkong. Secara kandungan dan nutrisi, setara dengan nasi,” jelas Fadly. Namun, upaya itu terhenti pada 1960-an karena pemerintah memprioritaskan beras.

Di sisi lain, dr Hidayat Wiriantono SpGK DFN menilai, nasi diterima sebagai bahan pangan lantaran kandungan gizinya komplet. Selain karbohidrat, ada pula protein, serat, vitamin, dan mineral. ”Menurut saya, salah kalau nasi dianggap jahat. Konsumsi nasi menjadi masalah ketika porsinya tidak terkontrol,” tegasnya. Salah satu dampaknya, diabetes.

Spesialis gizi klinik Siloam Hospitals Surabaya itu menegaskan, nasi punya indeks glikemik (GI) tinggi antara 72–75. Bergantung jenis beras. ”GI menunjukkan seberapa cepat makanan diubah menjadi gula. Makin tinggi angka GI, makanan makin cepat menaikkan kadar gula darah,” ungkapnya.

Bila nasi dikonsumsi berlebihan, pankreas berpotensi overworked. Dalam jangka panjang, insulin tak bisa diproduksi secara normal.

Untuk mencegah lonjakan gula darah, penderita diabetes wajib mengontrol porsi nasi. ”Biasanya disarankan makan beras merah. Sebab, indeks GI-nya mencapai 55 dan terbilang rendah,” tutur Hidayat.

Dia menilai, apa pun pilihan sumber karbohidratnya bukan masalah. Yang terpenting, porsinya pas serta diimbangi konsumsi lauk, sayur, dan buah. ”Secara kandungan gizi, nasi tidak lebih superior daripada beras merah, jagung, atau singkong. Begitu pula sebaliknya,” tandasnya.

KANDUNGAN GIZI PER 100 G

Nasi putih

  • Kalori: 178 kkal
  • Indeks glikemik: 72
  • Karbohidrat: 39,8 g

Nasi jagung

  • Kalori: 357 kkal
  • Indeks glikemik: 48
  • Karbohidrat: 79,5 g

Tiwul singkong

(Olahan dari gaplek atau singkong yang dikeringkan, lalu dihaluskan hingga berbutir-butir)

  • Kalori: 353 kkal
  • Indeks glikemik: 71–96
  • Karbohidrat: 76,5–83,4 g

Jagung gerontol

(Olahan dari biji jagung kering yang dikukus hingga mekar)

  • Kalori: 156 kkal
  • Indeks glikemik: 48
  • Karbohidrat: 33,3 g

Singkong goreng

  • Kalori: 202 kkal
  • Indeks glikemik: 55
  • Karbohidrat: 31,85 g

Ubi kukus

  • Kalori: 100 kkal
  • Indeks glikemik: 44
  • Karbohidrat: 23,8 g

Keterangan:

Indeks glikemik dipengaruhi varietas bahan, cara pengolahan, serta bumbu atau bahan tambahan yang digunakan dalam proses masak.

CERMAT KONSUMSI NASI ”CAMPUR” NASI

Tekstur nasi merah yang pera sering kurang disukai. Untuk menyiasatinya, gunakan perbandingan 50:50 antara beras putih dan merah. Atau, bisa pula dicampur dengan mixed grains saat menanak nasi.

Buat program selingan makan nasi: Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan beras makin tinggi. Produksi dalam negeri pun masih harus ditambah impor buat memenuhinya. Tidak ada salahnya memulai dari langkah kecil. Misalnya, menggantikan nasi di satu waktu makan dengan bahan lain seperti olahan ubi, singkong, atau jagung. Atau, mengikuti program sehari tanpa nasi sebagaimana yang dicanangkan beberapa pemerintah daerah.

Tidak dobel konsumsi karbohidrat: Jika sudah mengonsumsi roti, mi, atau pasta, porsi nasi perlu disesuaikan. Sebab, bahan-bahan tersebut sama-sama mengandung karbohidrat. Plus, hindari pula pola karbo lauk karbo seperti nasi dengan mi.

Porsi imbang: Kalau nasi segunung, lauk dan sayur seadanya saja. Meski kenyang, pengaturan porsi itu tidak ideal. Sebab, kebutuhan protein, mineral, dan vitamin tidak ter-cover. Jangan asal kenyang ya!

Tak perlu ”coret” karbohidrat: Menghilangkan sumber karbohidrat seperti dalam diet keto tidak disarankan. Sebab, karbohidrat tetap dibutuhkan sebagai ”bahan bakar”. Metabolisme otak pun membutuhkan karbohidrat.

(jpc)

loading...

Feeds

POJOKBANDUNG.com – Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) mengumumkan kerja samanya dengan Universitas Pasundan (Unpas) melalui penandatangan Nota Kesepahaman (Memorandum …