POJOKBANDUNG.com – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menyebut pihaknya mencatat temuan kritis dalam pemeriksaan tahap pertama obat Covid-19 hasil penelitian tim dari Universitas Airlangga (Unair) bersama dengan Badan Intelijen Nasional (BIN) dan TNI AD.
“Kami temukan beberapa gap, ada beberapa temuan yang sifatnya critical, major, minor yah,” kata Penny dalam keterangan resmi secara daring, Rabu (19/8).
Menurut Penny, BPOM masih melihat prosedur uji klinis obat Covid-19 belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur pada umumnya.
Misalnya, kata dia, uji klinis obat harus dilakukan secara acak kepada pasien dengan gejala ringan, sedang, dan berat. Selain itu, uji klinis juga dilakukan di beberapa daerah.
“Temuan critical terutama dampaknya terhadap validitas dari proses uji klinis tersebut dan juga validitas dari hasil yang didapatkan dan itu menjadi perhatian BPOM sebagaimana pelaksanaan uji klinis pada umumnya,” ungkap dia.
Selain uji klinis acak, catatan kritis lainnya berkaitan dengan pemberian obat bagi orang tanpa gejala (OTG). BPOM menilai pasien OTG tak diberikan obat dalam ketentuan uji klinis. “Jadi, harus mengarah pada penyakit ringan, sedang, berat, dan tentu dengan keterpilihan masing-masing,” katanya.
BPOM, kata Penny, sudah memberikan catatan kritis inspeksi pertama kepada tim peneliti obat Unair bersama BIN dan TNI AD. Hingga kini, BPOM belum mendapatkan respons tim peneliti atas catatan kritis.
“Sebetulnya biasa juga dalam suatu penelitian seperti itu bahwa ada hal-hal yang harus dilaporkan, dikoreksi, disampaikan kepada yang memberikan izin dan kemudian yang memberikan izin memonitor, mengoreksi dan nantinya ada perbaikan harus disampaikan kepada yang memberikan izin uji klinik itu yaitu BPOM. Nah, proses itu harusnya dilakukan dan kami belum mendapat respons tersebut hingga hari ini,” pungkas Penny.
(ast/jpnn)