POJOKBANDUNG.com – Bagi Novel Baswedan, terlalu banyak kejanggalan dalam persidangan dua terdakwa penyiram air keras terhadap dirinya. Tuntutan ringan dari jaksa penuntut umum (JPU) juga dinilai tidak mencerminkan keadilan bagi dirinya sebagai korban.
Karena itu, menjelang sidang pembacaan putusan pekan depan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tidak berharap banyak. Bahkan, Novel meminta majelis hakim untuk membebaskan kedua terdakwa: Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. ’’Dibebaskan saja (dari segala tuntutan jaksa) daripada (terus) mengada-ada,’’ ujar Novel kemarin (16/6).
Pernyataan bernada pesimistis Novel itu merujuk pada banyaknya kejanggalan yang dipertontonkan selama persidangan. Dia pun meyakini kedua terdakwa yang merupakan oknum anggota Polri bukan pelaku penyerangan sebagaimana dakwaan jaksa.
’’Saya tidak yakin dua orang itu (Ronny Bugis dan Rahmat Kadir) pelakunya,’’ ucap mantan perwira Polri tersebut.
Novel mengaku belum mendapat argumen meyakinkan dari jaksa maupun penyidik yang menangani perkara tersebut terkait dengan korelasi pelaku dan alat bukti. Bahkan, dia mendapat keterangan saksi yang menyatakan bahwa dua anggota aktif Polri itu sama sekali tidak mirip dengan pelaku penyerangan. ’’Saksi-saksi yang melihat pelaku (penyerangan pada 11 April 2017) bilang bukan itu pelakunya,’’ ungkap dia.
Sejak awal, dia meminta penegakan hukum berjalan profesional sebagaimana mestinya. Secara pribadi, Novel telah memaafkan pelaku penyerangan meski belum mengetahui secara pasti siapa pelaku sebenarnya dalam peristiwa yang terjadi seusai salat Subuh itu. ’’(Penyerangan) bisa terjadi kepada siapa pun dan mengancam orang-orang yang berani berjuang,’’ tandasnya.
Sebagaimana diketahui, tuntutan jaksa pada Kamis lalu (11/6) dalam sidang penyiraman air keras terhadap Novel menuai banyak tanggapan minor. Selain tuntutan satu tahun penjara, jaksa justru terkesan membela terdakwa. Salah satu yang banyak disorot publik adalah penyiraman air keras yang akhirnya membuat mata kiri Novel rusak itu terjadi karena tidak sengaja.
Di sisi lain, tim kuasa hukum terdakwa penyerangan Novel terus menyampaikan keberatan atas tuntutan jaksa yang terbilang ringan itu. Dalam pleidoi yang dibacakan pada Senin (15/6), tim kuasa hukum mengatakan bahwa para terdakwa tidak sengaja melakukan penyerangan. Perbuatan terdakwa didasari dorongan rasa benci pribadi kepada Novel. Novel dianggap tidak memiliki jiwa korsa.
Sementara itu, Kurnia Ramadhana, salah seorang anggota tim advokasi Novel, menyatakan, sidang kasus tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa hukum bukan untuk keadilan. Sebaliknya, hukum digunakan untuk melindungi pelaku dangan memberi hukuman ala kadarnya. ’’(Persidangan) juga menutup keterlibatan aktor intelektual dan mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis,’’ ungkapnya.
Kurnia menyebutkan, pelaku selama ini seolah mendapat keistimewaan dari Polri. Salah satunya bantuan hukum. Padahal, kata dia, pasal 13 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3/2003 menyatakan bahwa pendampingan hukum untuk anggota Polri dapat dilakukan bilamana tindakan yang dituduhkan berkaitan dengan kepentingan tugas. ’’Sedari awal kami sudah memprediksi bahwa persidangan ini hanya formalitas,’’ ujarnya.
Tim advokasi pun meminta hakim dapat melihat fakta sebenarnya terkait dengan kasus teror air keras yang menimpa Novel. Pihaknya juga mengharapkan Presiden Joko Widodo membuka tabir sandiwara penegakan hukum itu dengan membentuk tim pencari fakta independen. Tanpa tim independen, lanjut Kurnia, kasus Novel diprediksi sulit terungkap.