RADARBANDUNG.id- Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas menyebutkan belum membuat kebijakan terkait pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kebijakan ini baru sebatas skenario biasa dan masih menunggu waktu serta penerapannya.
Namun kenyataannya, beberapa mal, pasar dan pusat perbelanjaan diserbu pembeli jelang Lebaran 2020.
Mirisnya lagi, banyak masyarakat yang tidak mengikuti protokol kesehatan di tengah PSBB untuk mencegah penyebaran virus corona, yakni dengan tidak menggunakan masker. Padahal, pandemi corona belum berakhir.
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc, atau akrab dipanggil Miko menyarankan agar pemerintah tidak melonggarkan PSBB di tengah penambahan kasus yang masih tinggi.
Hal serupa juga dikatakan dr. Devia Irine Putri dari klikdokter, di mana menurut dirinya dengan melonggarkan sistem PSBB maka jumlah kasus positif virus corona di Indonesia bisa semakin meningkat. Nantinya, butuh waktu yang semakin lama pula untuk memulihkannya.
“Dengan sistem PSBB yang masih ketat saja, pasien positif virus corona di Indonesia masih terus meningkat setiap harinya. Apalagi jika PSBB ini dilonggarkan? Maka peningkatan korban positif virus corona akan semakin melambung tinggi,” kata dr. Devia.
Pelonggaran PSBB Bisa Terjadi Dengan syarat Ini
Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc mengatakan, hingga saat ini pemerintah memang belum menetapkan indikator kapan PSBB akan dilonggarkan.
Jika memang nantinya pemerintah akan membuat indikator pelonggaran PSBB, hal ini harus dikaji dari angka penurunan korban infeksi virus corona di setiap kota dan provinsi yang ada.
Menurutnya, syarat khusus untuk pelonggaran PSBB adalah angka penyebarannya harus turun pada tingkat minimal dan ini terjadi secara konsisten. Jadi, memang harus didata dan dilihat per provinsi.
Miko menyebut, apabila jumlah penyebaran sudah secara konsisten menurun, dengan diisolasinya kasus dan kontak tracing-nya, maka PSBB bisa dilonggarkan secara bertahap.