TNI Ancam Kehidupan HAM, Jika Terlibat Tangani Terorisme

Ilustrasi

Ilustrasi

POJOKBANDUNG.com – Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) terkait pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme mengancam kehidupan HAM di Indonesia. Hal ini karena kebijakan tersebut akan memberikan mandat yang sangat luas dan berlebihan kepada TNI.


Apalagi, pengaturan tersebut tidak diikuti mekanisme akuntabilitas militer yang jelas untuk tunduk pada sistem peradilan umum.

“Dengan tidak adanya keharusan untuk tunduk pada sistem peradilan umum, penanganan tindak pidana terorisme oleh TNI kepada warga negara di dalam negeri melalui fungsi penangkalan, penindakan dan pemulihan tidak hanya berbahaya, tapi juga sama saja memberikan cek kosong bagi militer,” kata peneliti Imparsial, Husein Ahmad dalam keterangannya, Selasa (12/5).

Rancangan Perpres tersebut, kata Husein, akan menimbulkan masalah serius bagi kehidupan hukum dan HAM di Indonesia. Dengan alasan kejahatan terorisme, militer yang bukan merupakan bagian dari aparat penegak hukum dapat melakukan fungsi penindakan secara langsung dan mandiri dalam mengatasi ancaman kejahatan terorisme di dalam negeri.

Hal ini tidak sejalan dengan hakikat dibentuknya militer sebagai alat pertahanan negara yang dilatih untuk berperang, bukan untuk penegakan hukum. Sehingga sangat keliru jika militer diberi kewenangan penindakan terorisme secara langsung dan mandiri di dalam negeri.

“Pemberian kewenangan penindakan tindak pidana terorisme di dalam negeri dengan alasan menghadapi ancaman terorisme kepada presiden, objek vital dan lainnya akan merusak mekanisme criminal justice system dan berpotensi menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM yang tinggi,” cetus Husein.

Secara prinsip, lanjut Husein, tugas militer dalam mengatasi kejahatan terorisme seharusnya ditujukan khusus untuk menghadapi ancaman terorisme di luar negeri, seperti pembajakan kapal atau pesawat Indonesia di luar negeri, maupun operasi pembebasan warga negara Indonesia di luar negeri. Menurutnya, militer tidak perlu memiliki kewenangan penangkalan dan penindakan terorisme di dalam negeri, baik secara langsung maupun mandiri sebagaimana diatur dalam Perpres.

“Penanganan tindak pidana terorisme di dalam negeri harus tetap diletakkan dalam koridor criminal justice system,” tegas Husein.

Oleh karena itu, Husein menilai pelibatan TNI dalam mengatasi tindak pidana terorisme di dalam negeri sifatnya hanya perbantuan kepada aparat penegak hukum. TNI hanya bisa turun jika kapasitas penegak hukum sudah tidak mampu lagi mengatasi eskalasi teror yang tinggi, dan pelibatan harus melalui keputusan politik negara.

Husein memandang, TNI seharusnya tidak terlibat dalam fungsi-fungsi penangkalan dan pemulihan terorisme. Karena sejatinya TNI merupakan alat pertahanan negara.

Fungsi-fungsi tersebut sebaiknya dikerjakan oleh badan-badan lain yang memang memiliki kompetensi, seperti fungsi deteksi dini oleh Badan Intelijen Negara atau fungsi pemulihan yang di dalamnya termasuk melakukan kerja-kerja rehabilitasi dan rekonstruksi oleh Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan, BNPT dan lembaga-lembaga lainnya.

“Ini dapat menimbulkan overlapping tugas antara penegak hukum dan  militer. Akan berbahaya bagi kebebasan masyarakat serta menjadi masalah baru buat Pemerintah dalam mengatasi masalah kejahatan terorisme yang terjadi,” tukasnya.

(jpg)

Loading...

loading...

Feeds

DPRD Setujui 2 Raperda Kota Bandung

POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung resmi menyetujui dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pada Rapat Paripurna …