POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Pemerintah Provinsi sudah menyiapkan berbagai skenario, termasuk menutup perbatasan (lock down) jika wabah virus corona (covid-19) terus memburuk. Namun, kebijakan itu tidak bisa serta merta bisa direalisasikan karena harus melalui tahapan yang memenuhi berbagai pertimbangan.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil sudah berkoordinasi dengan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) berkaitan dengan persiapan skenario penanganan ketika jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) dan pasien yang positif Corona terus bertambah.
Pertama, ruang isolasi khusus kemuning gedung (RIKK) yang masuk dalam fasilitas RSHS dengan daya tampung 250 bed akan dikonversi menjadi Gedung Covid-19. Artinya, pasien dengan riwayat penyakit selain virus corona yang masih berdampingan dengan ruang isolasi akan didistribusikan ke rumah sakit lain.
Kemudian, jika RIKK sudah penuh, opsi seluruh RSHS berubah menjadi rumah sakit khusus Covid-19 akan diambil. Semua pasien yang berada di RSHS akan didistribusikan ke rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain di daerah maupun milik TNI.
“Kami sudah siapkan skenario jika PDP atau positif ada 100 nanti langkahnya seperti apa, 500 langkahnya seperti apa, 1000 atau lebih dari 1000 seperti apa dan juga konsekuensinya,” kata Ridwan Kamil usai menemani Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (18/3/2020).
Disinggung mengenai opsi lock down, pria yang akrab disapa Emil ini tidak mengatakan secara spesifik. Namun, ia menyebut tidak menutup kemungkinan kebijakan itu diambil, namun semuanya harus berdasarkan koordinasi dengan pemerintah pusat.
“Top of mind warga (sekarang) tentang lockdown, kita mengikuti kewenangan pemerintah pusat, tapi kalau (ada kemungkinan) terburuk kita harus siap. Sehingga masyarakat bisa mengikuti dengan baik,” ucap dia.
“Kita akan kampanye habis-habisan tentang masalah ini, hidup sehat, meningkatkan ketahanan tubuh. Virus ini adalah penyakit yang fatalitasnya rendah tapi penyebarannya cepat. Maka social distancing menjadi penting. Kekhawatiran atas kematian jangan terlalu berlebihan itu akan kita kampanyekan,” ia melanjutkan.
Selain menyiapkan skenario terburuk, Pemerintah Provinsi Jawa Barat ia sebut sudah mencairkan dana sebesar Rp 48 miliar untuk digunakan penanganan kedaruratan dalam penanganan virus corona. Pembelanjaan anggaran dalam bentuk hibah itu nantinya meliputi sembako, masker, alat tes atau apapun yang dibutuhkan berhubungan dengan penanganan virus.
“Intinya semua Aman terkendali, kita tenang, waspada, terukur, transparan, rasional, tidak perlu panik, tidak perlu emosional, semua ikuti arahan pemimpin, pemerintah ulama, insya allah kita akan melalui situasi ini dengan baik dan secepat- cepatnya,” kata dia.
Di tempat yang sama, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan istilah lock down sudah diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Ada empat jenis pembatasan yang tertuang dalam pasal 94.
Pertama adalah karantina rumah, kedua karantina Rumah Sakit, ketiga karantina wilayah dan terakhir pembatasan sosial skala besar.
Kewenangan kekarantinaan kesehatan untuk poin tiga dan empat berada di tangan menteri kesehatan. Namun, keputusannya tidak bisa diambil sepihak. Daerah yang akan membuat kebijakan pembatasan tersebut dapat mengusulkan mengajukan menyampaikan saran kepada kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona, Letjen Doni Monardo.
Tapi, kebijakan karantina wilayah dalam pasal lain memuat ada tujuh pertimbangan. Dimulai dari pertimbangan epidemiologi, seperti sampai sejauh mana penyebarannya, tingkat bahayanya, efektivitasnya, termasuk pertimbangan ekonomi, ekonomi sosial budaya dan keamanan.
Khusus pertimbangan masalah ekonomi, Tito melanjutkan, akan terkait dengan moneter dan fiskal yang akan menjadi urusan pemerintahan absolut atau mutlak yang menurut UU 23 tahun 2014 menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Kalau menyangkut masalah efektivitas, apakah suatu wilayah kalau seandainya dilakukan karantina wilayah itu, ditutup, sedangkan berbatasan dan hampir tidak ada batasan dengan wilayah sekitarnya apakah efektif? sementara masyarkat bisa tembus dengan mudah. Beda dengan kasus wuhan yang agak terisolir disana,” kata dia.
“Jadi ga efektif,” Tito menegaskan.