POJOKBANDUNG.com, KAB. BANDUNG BARAT – Pemkab Bandung Barat belum menerapkan status tanggap darurat pascabencana tanah longsor yang menerjang Kampung Hegarmanah RT 3 RW 4, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) Selasa (11/2/2020) malam lalu.
Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD KBB, Duddy Prabowo menjelaskan, sejauh ini pihaknya menunggu perhitungan teknis dari dinas PUPR KBB. Pasalnya, status tanggap darurat harus berdasarkan perhitungan lamanya penanganan pasca bencana. “Tadi kita sudah rapat, menunggu dari dinas PU seperti apa,” katanya saat dihubungi Radar Bandung, Kamis (13/2/2020).
Duddy menyebut, penanganan di kawasan tersebut lebih menitikberatkan pada pembangunan fisik seperti Tanggul Penahan Tanah (TPT) dan normalisasi drainase yang tertimbun material longsor.
“Kita harus pastikan juga bahwa tempat terdampak longsor sudah aman, secara kasat mata pembangunan TPT dibangun di dekat pemukiman warga,” ujar Duddy.
Hingga saat ini, kata Duddy, pihaknya intensif melakukan koordinasi bersama pihak PT Jasa Marga terkait penanganan genangan air yang berada di atas lokasi terjadinya tanah longsor. “Jasa Marga fokus di atas mengeringkan genangan air, tapi tadi sudah terlihat kering,” papar Duddy.
Ia menegaskan, penanganan di lokasi tersebut harus dilakukan secara simultan. Pasalnya, jika di bawah selesai tapi yang di atas belum dikhawatirkan berdampak pada terjadinya longsor susulan. “Kalau di atas beres di bawah belum (drainase) sama saja, jadi harus selesai berbarengan,” tegas Duddy.
Namun demikian, kendati sudah terlihat kering, namun lumpur yang ada di atas menjadi persoalan baru. Hal tersebut lantaran akan menghambat proses percepatan normalisasi drainase yang ada di atas. “Penanganan normalisasi aliran air dan pembangunan fisik menjadi fokus utama,” katanya.
Ia mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan lantaran intensitas hujan masih relatif cukup tinggi. “Mudah-mudahan secepatnya bisa ditetapkan status tanggap daruratnya berapa lama,” imbaunya.
Sebelumnya, warga setempat, Edi Kurnia (40) mengatakan, longsor tersebut diduga lantaran adanya kubangan air di pinggir jalan tol akibat curah hujan yang cukup tinggi. Namun pihak terkait, tidak cepat menanggulangi hal tersebut.
“Gorong-gorong mampet karena ada longsor diseberang jalan, yang mengakibatkan ada danau dadakan, airnya sekitar ada 20.000 meter kubik,” ujar Edi.
Ia menyebut, warga pernah meminta pihak PT Jasa Marga untuk segera mengambil tindakan terkait adanya genangan air tersebut.Namun belum juga ditindaklanjuti longsor terjadi. “Ada itu dari beberapa minggu lalu (genangan air), tapi gorong gorongnya mampet,” jelas Edi.
Di tempat yang sama, Yuyun (57) menjelaskan, kejadian tersebut terjadi sebanyak tiga kali, beruntung warga menyelamatkan diri sebelum longsor besar datang sekitar pukul 20.00. “Diumumkan melalui pengeras suara agar masyarakat berhati-hati, jadi posisi warga sudah bersiaga,” kata Yuyun.
Yuyun menambahkan, terdengar suara keras sebelum longsor tersebut terjadi. Bahkan, saat ini, posisi tanaman dan pepohonan bergeser hingga puluhan meter. “Ya mudah-mudahan Jasa Marga cepat membereskan gorong-gorongnya,” harapnya.
Sementara itu, PT Jasa Marga memberikan penjelasan penanganan di lokasi bencana. “Penyebab longsor ada di sebelah timur, akibat curah hujan yang sangat tinggi, sebenarnya sebagian pesawahan dan bagian daerah Jasa Marga ikut terbawa,” ujar GM Kacab Tol Purbaleunyi, Pratomo Bimawan Putra, saat ditemui Radar Bandung di lokasi, Rabu (12/2/2020).
Pratomo menambahkan, pihaknya menerjunkan alat berat dan pompa penyedot air untuk mempercepat proses penanganan pasca longsor di Kampung Hegarmanah.
”Pengadaan alat berat berupa pompa air untuk mengurangi debit air yang menggenangi sisi timur tol Cipularang KM 118. Sementara itu, satu alat berat diturunkan sebelah barat untuk membersihkan material longsor,” tambahnya.
Sampai dengan saat ini, kata Pratomo, lajur utama masih dapat digunakan oleh pengendara. Namun, untuk bahu jalan memang diperuntukkan bagi kendaraan yang sedang melakukan penanganan bencana terlebih dahulu.
“Kalau yang di sebelah barat ini (tergenang air) memang karena longsor yang berasal dari area jauh jalan tol, namun mengakibatkan tertutupnya saluran air,” jelasnya.
Sejauh ini, pihaknya menggunakan tiga alat pompa air untuk mengurangi debit air yang menggenangi sisi tol sebelah barat. Hal tersebut dilakukan guna mengantisipasi hujan dengan intensitas tinggi datang kembali.
“Alat yang digunakan itu berasal dari internal Jasa Marga juga bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum agar mempercepat proses penyedotan air yang naik. Kita pastikan dua hari selesai,”katanya.
Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tengah melakukan mitigasi awal terkait longsor yang menerjang kawasan Kampung Hegarmanah, RT 03 RW 04, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, KBB.
Hal itu dilakukan guna mengetahui penyebab pasti terjadinya bencana tersebut. Selain itu, kesimpulan hasil mitigasi awal akan menjadi rekomendasi untuk penanganan lanjutan pasca terjadinya tanah longsor.
“Kita masih melakukan ground survey dan areal survey untuk mengecek material bebatuan dan kondisi tanahnya seperti apa,” kata Penyelidik Bumi, PVMKG, Anjar Heri Waseso, saat ditemui Radar Bandung, Rabu (12/2/2020).
Ia menjelaskan, saat melakukan survey awal kondisi tanah yang ada di lokasi longsor terlihat jenuh (terdapat banyak kandungan air). Hal itu akibat curah hujan tinggi yang terjadi beberapa waktu terakhir.
“Kondisi samping sana ada persawahan dan terdapat kolam kecil yang menghambat aliran air sungai untuk mengalir menuju sungai utama,” jelasnya.
Sejauh ini, kata Anjar, pihaknya fokus mengumpulkan data valid saat terjadinya longsor. Termasuk secepatnya membuat kesimpulan agar mitigasi lanjutan dapat segera dilakukan.
“Jadi mitigasi pertama adalah kolam air harus dikeringkan terlebih dulu karena beban tanahnya agar berkurang,”katanya.
Saat disinggung terkait genangan air yang berada diseberang lokasi longsor, Heri menyebut, perlu ada mitigasi berbeda dengan yang dilakukan di lokasi tanah longsor. “Kalau itu kan beda lagi yah tempatnya, nanti kita lakukan mitigasi yang berbeda,” sambungnya.
Heri menyebut, melihat kondisi tekuk lereng dan tekuk lembah masyarakat memang harus tetap waspada dengan terjadinya longsor susulan yang setiap saat bisa terjadi.
“Setelah air dikeringkan, mitigasi selanjutnya adalah dengan menggunakan penahan lereng agar tidak terjadi pergerakan tanah susulan,” jelas Anjar.
.Sementara itu, melihat jarak antara jalan dengan lereng longsor berjarak sekitar tujuh sampai sepuluh meter, Heri mengimbau agar bahu jalan sebelah kiri tidak dilalui oleh kendaraan berbeban berat.
“Beban berat harus lebih ke kanan, pengaturan lalu lintas pun harus dilakukan, warga sebenarnya diharapkan waspada karena potensi longsor susulan masih ada,” pungkasnya.
(kro/c)