POJOKBANDUNG.com, BANDUNG- Permasalahan modal masih menjadi kendala yang sering dialami para petani di Kabupaten Cianjur. Mulai pembiayaan penggarapan sawah, pembenihan sampai tahap panen dan pasca-panen. Anggota DPRD Jabar Daerah Pemilihan (Dapil) Cianjur dari Partai Demokrat, Hj Lilis Boy mengatakan, tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan petani dalam fase membajak sawah sampai pasca-panen.
Karena itu, lanjut dia, penting tersedianya bantuan dari pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian melalui UPTD maupun BPP Pertanian untuk melakukan terobosan. Diantaranya membantu petani dalam membentuk Unit Penyedia Jasa Alsintan (UPJA) agar petani tidak kebingungan untuk biaya penyewaan alat dan mesin pertanian untuk menggarap sawah, serta memberikan bantuan bibit dan pupuk untuk kelompok tani yang ada guna mendukung terbentuknya Poktan yang mandiri.
Anggota Komisi II ini juga mengakui hasil pertanian di Cianjur masih tertinggal dari daerah lain. Ia mencontohkan petani padi di Kec Cianjur pada setiap musim panen biasanya mendapatkan rata-rata 7 hingga 8 ton padi per hektare. Berbeda dengan petani padi di kabupaten Lain dimana hasil panen dapat mencapai rata-rata 10 hingga 11 ton per hektare.
Masalah lainnya petani yang menggarap sawah biasanya turun-temurun, tapi mereka hanya penggarap yang harus setor kepada pemilik tanah. “Tapi ketika harga padi anjlok mereka harus ambil risiko dengan ngutang pupuk atau bibit. Memang saat ini ada bibit dan bantuan pupuk subsidi dari pemerintah tapi tidak semua petani kebagian,” ungkap Lilis.
Belum lagi masalah hama. Sementara pemilik lahan tidak mau tahu. Selain itu banyak juga petani yang menerima bantuan lunak pemerintah untuk menolong mereka dari para pengijon. “Saya terus berkomunikasi dan menggenjot para petani yang tergabung dalam beberapa kelompok tani untuk bagaimana bisa mendapatkan hasil panen yang lebih memuaskan dari sebelum sebelumnya. Dalam hal ini saya juga mendorong terbentuknya UPJA-UPJA baru untuk kemudian diharapkan bisa mendapatkan bantuan alat dan mesin pertanian guna menopang proses pertanian,” kata wakil rakyat yang dekat dengan wartawan ini.
Saat bertemu dengan petani, ia memberi masukan terhadap petani bahwa pemerintah hadir untuk membantu. Ia juga mendorong terbentuknya kelompok tani yang mandiri
Berbicara kondisi irigasi, lanjut dia, terdapat beberapa kondisi yang berbeda. Ada yang masih berfungsi, kurang berfungsi bahkan ada yang sudah rusak. Salah satunya irigasi yang dimanfaatkan petani di Desa Cikondang, Kec Cibeber, saat ini sedang diperbaiki dengan anggaran sebesar Rp 800 juta. “Ssemoga anggaran tersebut dapat terealisasi dengan baik dan kedepan dapat bermanfaat untuk para petani di sana,” harap Lilis.
Apakah irigasi yang ada saat ini sudah bisa mengantisipasi musim kering tahun berikutnya? Menurut Lilis, ada petani yang tidak mengalami kekeringan pada saat musim kemarau. “Bisa dikatakan irigasi berfungsi dengan baik, tapi ada juga beberapa daerah di Cianjur selatan, tepatnya di Kecamatan Leles yang mengalami kekeringan. Bahkan menurut aduan para petani di sana mereka tidak beraktivitas menanam padi selama musim kemarau, karena terdampak kekeringan, maka dapat saya simpulkan perlu adanya pembangunan irigasi-irigasi baru di beberapa wilayah,” tandasnya.
Karena itu, kata Lilis, perlu ada solusi jangka pendek dan panjang untuk pertanian di Cianjur. Solusi jangka pendek dengan membentuk Poktan yang mandiri serta UPJA di beberapa desa untuk menopang pertanian, hal ini berguna menekan angka pengeluaran dari petani untuk menggarap sawah dan menghindarkan para petani dari lilitan hutan.
Sementara jangka panjang ada beberapa hal yang harus disiapkan untuk meningkatkan kualitas pertanian. Salah satunya adalah membangun irigasi baru di beberapa wilayah petani yang sering terdampak kekeringan dan juga menerapkan konsep teknologi dalam pertanian, seperti melakukan berbagai macam edukasi terhadap petani untuk meningkatkan kualitas pertanian. “Semoga adanya hasil pansus bisa mengatasi semua masalah kursusnya pemasaran setelah panen,” harap Lilis.
(mun)