BANDUNG – Ketua Ikatan Alumni (IKA) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Enggartiasto Lukita menilai sistem Ujian Nasional (UN) bisa berlangsung secara maksimal jika diiringi dengan kualitas pendidikan merata di semua daerah.
Hal ini disampaikannya saat menghadiri Seminar Nasional yang diselenggarakan Ikatan Alumni Pendidikan Sejarah UPI bertajuk “Revitalisasi Profesionalisme Guru” di Kampus UPI, Sabtu, (7/12/2019).
Menurutnya, banyak permasalahan yang harus dibenahi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya kesenjangan kualitas pendidikan antar satu daerah dan daerah lainnya. “UN bisa saja (diterapkan) kalau sekolah secara keseluruhan punya parameter yang sama. Jadi tak bisa kebijakan dilakukan seketika tanpa melihat kondisinya,” kata mantan Menteri Perdagangan itu.
Di negara lain, sistem UN sangat cocok diterapkan karena memiliki standarisasi dalam pola pendidikan di semua daerahnya. Hal itu didukung dengan jumlah murid ideal dalam kelas yang berkisar 15 siswa.
Sementara di Indonesia, banyak sekolah di sejumlah daerah berisi 20 hingga 50 orang siswa. Selain tidak ideal dalam proses belajar mengajar, jumlah itu bisa membebani guru menyampaikan pelajarannya.
Oleh karena itu, Enggar menilai harus ada revitaalisai guru dan pendidikan dahulu. Karena, pendidikan di Indonesia timur tak sama dengan DKI. “UN jangan sampai menjadi beban dan hanya membuat siswa tertekan. Kalau itu penghakiman. Ya, 2020 lah. Saya percaya mas menteri akan melakukan itu,” paparnya.
Sementara itu, Ketua IKA UPI Komisariat Departemen Pendidikan Sejarah, Dadan Wildan Anas, dalam seminar merumuskan beberapa rekomendasi yang akan diserahkan pada Menteri Pendidikan RI. Salah satunya mendukung wacana meniadakan Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) pada tahun 2020 dan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2021 dengan asesmen yang tepat sasaran.
Selain itu, dalam rekomendasi tersebut tertulis bahwa selama 74 Tahun Indonesia merdeka, dunia pendidikan masih menampilkan potret yang belum menggembirakan. Baik bertalian dengan pemenuhan sarana prasarana, tenaga pendidik, dan output peserta didik.
“Secara garis besar, 8 standar nasional Pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah untuk dituntaskan, jika ingin melahirkan sumber daya manusia unggul. Semua pihak memiliki andil untuk mencapai tujuan Pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,” kata dia.
Adapun isi poin rekomendasi tersebut di antaranya Mendukung adanya Kebijakan Merdeka Belajar, untuk menciptakan sumber daya manusia unggul melalui debirokratisasi dan deregulasi serta mengutamakan peningkatan kualitas pembelajaran dengan berlandaskan pada pemahaman guru guru dan orang tua dalam kualitas pembelajaran.
Menyambut baik wacana penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menjadi hanya tiga unsur pokok, yaitu Tujuan Pembelajaran, Aktivitas Pembelajaran, dan Asesmen.
Mengapresiasi kebijakan zonasi yang fleksibel dengan cara mengatur persentase zonasi menjadi minimal 50 persen, mengatur persentase afirmasi menjadi minimal 15 persen, dengan melibatkan pihak daerah untuk menentukan metode dan alokasi zonasi, serta melakukan pemerataan jumlah guru dan realokasi guru berkualitas ke sekolah sekolah tertinggal.
Poin terakhir, untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru hendaknya dana BOS dan TPG tidak boleh terlambat, kenaikan pangkat tidak dipersulit, izin belajar guru dipermudah, dan perlunya penyatuan pengelolaan guru pada jenjang pendidikan dan dasar dan menengah. (cr1)