Bandung – Angka pengangguran anak muda di Jawa Barat mencapai 20 persen. Selain faktor kapasitas, kebanyakan di antara mereka tidak memiliki mentalitas untuk bersaing.
Hal itu mengemuka dalam agenda reses tahun sidang 2019-2020 dari anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dai Fraksi PKS, Siti Muntamah di Chawa Café Jalan Soekarno-Hatta, Cipadung Wetan Panyileukan, Kota Bandung. Acara tersebut dihadiri ratusan anak muda dari 22 komunitas.
“Pengangguran tinggi tersebut disebabkan karena kompetensi pemuda Jawa Barat belum mampu bersaing dengan provinsi lainnya di Indonesia, hal ini menjadi salah satu sebab yang memengaruhi angka pengangguran di Jawa Barat sampai dengan 20 persen,” kata dia, Rabu (4/12/2019).
Pernyataan itu disampaikan menanggapi keluhan dari peserta yang hadir. Pengangguran terbesar di Indonesia salah satunya disebabkan lulusan SMK ataupun D3 Vokasi. Lulusan SMK dibebani stigma bahwa lulusan SMK fokusnya bekerja bukan untuk berkuliah.
Padahal mereka meyakini punya kompetensi yang sama dengan siswa lulusan SMA. Untuk memecahkan masalah itu, pemerintah harus merangkul kita semua agar eleboratif untuk menciptakan solusi.
Menurut Siti Muntamah, berdasarkan hasil evaluasi pada dinas-dinas yang terkait dengan ketenagakerjaan diketahui bahwa ada masalah standar kemampuan mental yang tidak berimbang dengan kebutuhan industri.
“Oleh karena itu, mengadakan program khusus untuk meningkatkan kondisi mental kepemudaan menjadi hal yang perlu dilakukan oleh komunitas-komunitas yang banyak bergerak di bidang kepemudaan,” jelas dia.
Kegiatan kepemudaan memang menjadi penting dalam menyambut bonus demografis di Indonesia pada tahun 2030-2045, yang merupakan fase dimana prediksi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan memenuhi porsi terbesar dari total jumlah penduduk Indonesia.
Artinya membina generasi muda sekarang, adalah bekal untuk Indonesia. Untuk itu, ia mengaku akan memperjuangan pos anggaran kegiatan kepemudaan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pemuda di Jawa Barat.
Anggota Komisi V itu pun menyoroti rendahnya indeks literasi Indonesia yang berada di urutan ke 60 dari 62 negara. Untuk mengatasinya, semua masyarakat, khususnya anak muda harus dipermudah dalam mengakses sumber bacaan,baik itu buku maupun e-book.
“Program “Ayo membaca” sejak dulu sudah digalakan di tengah masyarakat tetapi belum disambut baik oleh masyarakat. Hal ini tentu harus menjadi bahan evaluasi kita bersama, pihak pemerintah dan juga masyarakatnya, terlebih untuk para pemuda yang merupakan agen of change,” pungkasnya. (cr1)