POJOKBANDUNG.com – Di saat tajinya terancam tumpul karena revisi undang-undang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengendurkan upaya penyidikan. Bahkan, kasus yang kini disidik menyeret satu menteri aktif.
Kemarin (18/9) KPK menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun anggaran 2018. Selain Imam, asisten pribadinya, Miftahul Ulum, ditetapkan tersangka, bahkan telah ditahan.
Imam menjadi Menpora kedua yang tersandung kasus korupsi. Sebelumnya, Andi Alifian Mallarangeng, Menpora di era pemerintahan Presiden SBY, terseret kasus proyek pusat olahraga Hambalang. Dia kemudian divonis empat tahun penjara.
Dalam kasus dana hibah KONI, Imam diduga telah menerima uang Rp 26,5 miliar. Duit tersebut masuk ke kantong Imam dalam rentang waktu 2014–2018 sebanyak Rp 14,5 miliar. Selain itu, selama 2016–2018, politikus kelahiran Bangkalan tersebut diduga meminta uang Rp 11,8 miliar.
”Jumlah tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018,” papar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK kemarin.
Selain dana hibah KONI, jumlah tersebut mencakup penerimaan terkait ketua dewan pengarah Satlak Prima serta penerimaan lain yang berkaitan dengan jabatan Imam sebagai Menpora. Lembaga Satlak Prima resmi dibubarkan pada 2017.
Penetapan tersangka Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum bermula dari penyelidikan kasus dana hibah KONI. Maret 2019 lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Yakni, Deputi IV Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto. Ada juga Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E. Awuy.
Kelimanya telah menjalani sidang dan divonis bersalah. Berdasar perkembangan sidang dan putusan pengadilan, KPK menyelidiki lebih lanjut pada Juni ke Kemenpora sebagai pihak yang menerima proposal pengajuan dana hibah dari KONI. Alex menjelaskan, KPK memanggil Imam tiga kali saat penyelidikan. Yakni, 31 Juli, 2 Agustus, dan 21 Agustus 2019. Namun, tidak sekali pun Imam hadir. ”KPK memandang telah memberi ruang cukup bagi IMR (Imam Nahrawi, Red) untuk memberikan keterangan dan klarifikasi pada tahap penyelidikan,” ujar Alex.
KPK menduga, proposal dana hibah yang diajukan KONI hanya akal-akalan serta tidak didasari kebutuhan dan kondisi sebenarnya di lembaga tersebut. Kemudian, saat proses persidangan, muncul dugaan penerimaan dari pihak ketiga kepada Menpora atau pihak lain terkait penggunaan anggaran Kemenpora dalam kurun waktu 2014–2018. ”Penerimaan tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi,” jelasnya.
KPK menemukan bukti permulaan dan melakukan penyidikan dugaan keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana korupsi Menpora. Khususnya dalam hal penerimaan hadiah terkait penyaluran pembiayaan. Uang tersebut disalurkan dengan skema pemberian bantuan pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI tahun anggaran 2018.
Saat ini KPK telah menahan Miftahul Ulum. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, Ulum mendekam di tahanan KPK sejak pekan lalu. ”Tersangka MIU selaku aspri sudah diperiksa sebagai tersangka dan dilakukan penahanan sekitar minggu lalu selama 20 hari pertama,” terang Febri.
Respons Imam Nahrawi
Pukul 20.30 tadi malam, Imam Nahrawi memberikan keterangan di rumah dinasnya di kompleks perumahan menteri Widya Chandra, Jakarta. Dia menemui awak media yang telah menunggu sejak sore. Tepatnya setelah KPK mengumumkan status tersangka Imam.
Dia menegaskan akan mengikuti proses hukum. ”Sudah tentu kita harus junjung tinggi asas praduga tak bersalah. Sudah pasti saya harus menyampaikan materi yang sudah disampaikan pimpinan KPK dalam proses-proses hukum selanjutnya,” ujar dia.
Imam berjanji tidak mangkir dari proses hukum. Namun, dia berharap tidak ada sesuatu yang bersifat politis dalam kasus yang membelitnya.
Nada bicara Imam meninggi saat disinggung mengenai penerimaan uang Rp 26,5 miliar. Dia membantah. ”Buktikan saja. Jangan pernah menuduh orang sebelum ada bukti,” tegasnya.
Terkait dengan jabatan menteri yang tersisa sebulan, Imam mengaku akan berkonsultasi ke Presiden Joko Widodo. ”Saya harus bertemu dan melapor kepada Pak Presiden. Saya akan menyerahkan nanti kepada presiden karena saya pembantu presiden,” katanya.
”Saya juga baru baca kan, baru tahu pengumumannya. Tentu sekali lagi yang ingin saya sampaikan, ayo bersama-sama kita junjung tinggi praduga tak bersalah. Jangan sampai kemudian ini membuat justifikasi seolah saya sudah bersalah. Akan kami buktikan bersama-sama nanti di proses pengadilan,” sambungnya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, Presiden Joko Widodo menghormati proses hukum yang dijalankan KPK. ”Pemerintah atau Bapak Presiden tidak mengintervensi kerja-kerja yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya tadi malam.
Soal posisi Imam sebagai Menpora, Ngabalin menyebutkan bahwa sudah ada yurisprudensi. Yakni, pejabat yang bersangkutan mundur dari jabatan. ”Ya, secara otomatis, diminta tidak diminta secara otomatis itu,” katanya.
Namun, Ngabalin tidak memastikan soal pergantian Menpora. Kewenangan itu ada di tangan presiden. ”Kewenangan ini menjadi hak prerogatif presiden. Kami belum tahu,” tuturnya.
Sementara itu, Sekjen PKB M. Hasanuddin Wahid menyatakan bahwa partainya menghormati keputusan KPK terkait penetapan Imam Nahrawi sebagai tersangka. Namun, pihaknya mengajak semua pihak untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam kasus yang menjerat salah seorang kader PKB itu.
Menurut Hasan, PKB akan memberikan advokasi atau pendampingan hukum terhadap Imam Nahrawi.