Gandeng Tokoh Masyarakat dan Agama
POJOKBANDUNG.com, SOREANG – Pemkab Bandung bersama BPJS Kesehatan Cabang Soreang menargetkan peningkatan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) minimal 95 persen. Hal ini karena UHC Kabupaten Bandung baru mencapai 2,4 juta orang atau 78,6 persen dari total penduduk sekitar 3,7 juta jiwa.
Angka itu masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan dimana semua kota/kabupaten harus mencapai UHC minimal 95 persen tahun ini.
Akibatnya, Pemkab Bandung terancam dikenakan sanksi pemotongan dana bagi hasil cukai tembakau.
“Pemotongan diperkirakan mencapai Rp 37 miliar,” ujar Asisten III Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Bandung Marlan saat membuka acara Sosialisasi Program Jaminan Kesehatan-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang digelar oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Soreang, Rabu (11/9/2019).
Menurutnya, dana yang dipotong tersebut jelas merupakan kerugian bagi Pemkab Bandung. Pasalnya jumlah sebesar itu bisa digunakan untuk menambah jumlah warga miskin yang menjadi penerima bantuan iuran (PBI) JKN-KIS BPJS Kesehatan.
Marlan mengakui bahwa sanksi tersebut tak bisa dihindarkan. Soalnya dengan sisa waktu sekitar empat bulan, Pemkab Bandung Bersama BPJS Kesehatan Cabang Soreang akan sulit meningkatkan UHC sampai 95 persen karena terkendala jumlah penduduk yang memang tinggi.
Untuk mencapai UHC 95 persen, Kabupaten Bandung memang harus mampu menambah kepesertaan JKN-KIS sampai sekitar 750.000 orang. Terlebih kesadaran masyarakat terhadap pentingnya jaminan kesehatan masih terbilang rendah.
Hal itu terbukti dari masih banyakya masyarakat yang mendaftarkan diri menjadi peserta JKN-KIS saat mereka sakit. Padahal, klaim baru bisa dilakukan setelah kepesertaan mencapai kurun waktu tertentu.
Namun demikian, kata Marlan, Pemkab Bandung akan terus berupaya meningkatkan UHC dengan mendata kembali warga miskin yang berhak mendapatkan bantuan iuran.
“Saat ini PBI JKN-KIS dari APBD Kabupaten Bandung mencapai 106.000 dari target 116.000 peserta, jadi masih ada sisa target 10.000 orang. Selain itu kami pun akan memasukan kembali sekitar 52.000 orang warga yang baru keluar dari daftar penerima bantuan sosial untuk menjadi PBI sehingga total masih ada 80.000 orang peserta PBI JKN-KIS baru,” tandasnya.
Melalui kegiatan Sosialisasi Program Jaminan Kesehatan-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang digelar oleh BPJS Kesehatan Cabang Soreang, ia berharap masyarakat Kabupaten Bandung lebih paham dan sadar untuk mendaftarkan diri menjadi peserta JKN – KIS.
“Kegiatan ini menghadirkan langsung Brand Ambassador dari JKN – KIS, Ade Rai. Dengan pola sosialisai yang dilakukan BPJS, kami berharap bisa mengubah pola hidupnya masyarakat dan mengurangi angka kesakitan di Kabupaten Bandung,” harapnya.
Sementara itu Kepala BPJS Kesehatan Cabang Soreang, Fahrurozi mengatakan, belum tercapainya target UHC di Kabupaten Bandung bukan disebabkan peserta PBI yang belum dibantu oleh pemerintah daerah. Namun justru peserta mandiri yang sulit bertambah karena masih minimnya kesadaran masyarakat.
“Dalam konsisi sekarang, kami akui akan sulit mencapai target 95 persen tahun ini. Namun kami akan berupaya keras untuk terus meningkatkan peserta mandiri JKN-KIS. Mudah-mudahan bisa mencapai angka di atas 85 persen,” kata Fahrurozi.
Selain peserta mandiri perorangan dari sektor pekerja informal, Fahrurozi membenarkan bahwa saat ini peserta dari kalangan pekerja penerima upah (PPU) pun masih minim. Hal itu tak lepas dari belum optimalnya kesadaran perusahaan terjadap kewajiban mereka dalam menjamin kesehatan pekerjanya.
Menurutnya, tak sedikit perusahaan di Kabupaten Bandung yang baru mendaftarkan sebagian pekerjanya saja. “Masih ada perusahaan yang hanya mendaftarkan 50 dari total 100 karyawannya menjadi peserta JKN-KIS,” ucapnya.
Sementara Pps Kepala Kedeputian Wilayah Jabar, Mangisi Simarmata, SKM., MM., AAAK menjelaskan, sosialisasi tersebut bertujuan untuk memberikan informasi terkait program JKN –KIS, serta menanamkan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjadi peserta JKN – KIS.
“Dengan mengajak tokoh agama dan toko masyarakat di Kabupaten Bandung, kami berharap mereka bisa menjadi saluran informasi kepada umat atau masyarakat di lingkungannya. Sehingga, kesadaran akan pentingnya JKN – KIS bisa timbul apabila didapatkan dari tokoh-tokoh yang terpercaya,” jelas Mangisi.
Tak hanya itu ia menambahkan, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk membangun Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS) pada masyarakat Kabupaten Bandung. Sehingga JKN – KIS tidak hanya digunakan untuk kuratif (menyembuhkan) tapi juga preventif (mencegah).
“Selain menyadarkan masyarakat untuk menjadi peserta dan melakukan PHBS, melalui kegiatan ini kami juga berharap agar mereka dapat tertib dalam membayar iuran,” tambahnya.
Sampai Agustus 2019 lalu, lanjut Mangisi, dari total 223 juta Peserta JKN – KIS sebanyak 34 juta Peserta Bukan Pekerja (PBP) tidak membayar iuran.
“Karena tidak tertib membayar iuran, 34 juta PBP tersebut dinonaktifkan kepesertaannya. Kami tidak bisa menyalahkan mereka, kami hanya bisa menghadirkan pola – pola sosialisasi seperti ini. Program ini bukan hanya untuk orang sakit saja, justru mereka yang sakit bisa kita bantu dengan kesehatan yang kita miliki. Dengan membayar iuran, kita ikut bersedekah bagi orang-orang yang sakit tersebut,” lanjut Mangisi.
Dirinya menilai, regulasi jaminan kesehatan di Indonesia belum terimplementasikan dengan baik. Lain halnya dengan negara lain, contohnya Jepang dan Korea.
“Di Jepang dan Korea, apabila tidak tertib membayar iuran jaminan kesehatan, negara berhak merampas hartanya. Hal tersebut sudah diatur dalam UU yang mereka miliki. Berbeda dengan kedua negara tadi, Indonesia masih memiliki toleransi,” pungkasnya.