JAKARTA – Musim kemarau tahun ini diprediksi membuat ketersediaan air lebih defisit dibandingkan tahun lalu. Sektor pertanian menjadi industri yang paling terancam dengan kondisi ini.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Hary Tirto Djatmiko, kemarau tahun ini akan lebih kering bila dibandingkan tahun 2018. Meski tidak bisa menyamaratakan konsdisi di tiap daerah, namun, sektor pertanian akan kesulitan mendapatkan air.
“Sektor pertanian akan mengering karena air (sulit),” ujar Harry.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Dwi Andreas mengamini bahwa kemarau tahun ini akan berdampak turunnya produksi di sektor pertanian. Salah satu penyebabnya adalah mundurnya musim tanam. Baik musim tanam pertama di musim hujan, maupun musim tanam kedua di musim gadu (padi yang ditanam pada musim kemarau).
“Luas panen diperkirakan akan menurun diatas 500 ribu hektar dibanding tahun 2018. Itu minimum. Perhitungan saya, penurunan produksi beras kira-kira dua juta ton, itu paling optimis. Bisa lebih dari dua juta ton,” ujar dia.
Dengan kondisi ini, ia meminta pemerintah benar waspada dan tidak boleh terbuai dengan data yang menyebutkan adanya potensi surplus sekitar 4 juta ton hingga September 2019. Pasalnya, hitungan itu tidak memperhitungkan bahwa masa paceklik itu sampai Februari atau Maret tahun depan.
“Kebutuhan kita sebulan itu sekitar 2,5 juta ton. Artinya untuk dua bulan saja tidak cukup. Bagaimana untuk bulan-bulan berikutnya. Apalagi, dipastikan mulai bulan Oktober sampai Februari neraca akan defisit,” kata Andreas.
Berkaca dari pengalaman tahun 2018 lalu, Andreas melihat bahwa pemerintah terkesan tidak melakukan analisis dan hitungan yang tepat. Kementan sempat berkukuh bahwa terdapat surplus 17,6 juta ton beras yang ujung-ujungnya harus impor karena terjadi potensi kekurangan stok di bulan Oktober hingga Februari.
Terkait kekeringan, pihak Kementan sendiri meyakini kondisi kini bisa diatasi dengan pompanisasi dan pembuatan embung air. Kementan mengklaim bahwa tiga tahun terakhir pemerintah sudah menyalurkan bantuan 100 ribu pompa ke seluruh Indonesia.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Viva Yoga Mauladi. menyampaikan bahwa ada potensi terjadiinya penurunan panen atau produksi turun karena kekeringan. Selain itu, ia juga menekankan bahwa Kementan adalah penanggung jawab di bidang produksi.
“Kementerian pertanian harus kordinasi dengan pemerintah daerah. Kan yang punya lahan daerah. wilayah kordinasi ini masih kurang, sehingga data pangan tidak valid dan tidak akurat,” pungkasnya.