PARONGPONG – Paparan abu vulkanik akibat erupsi Gunung Tangkuban Parahu mengganggu kesehatan warga pemetik teh di sekitar perkebunan PTPN VIII Kampung Sukawana, Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Pantauan wartawan di perkebunan teh Sukawana dan masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III masih terlihat abu vulkanik berwarna putih menyelimuti ratusan hektar kebun teh. Bukan hanya hinggap di ratusan hektar pohon teh, paparan abu juga menyebabkan warga mengalami sesak nafas, kulit gatal dan kesat pada mata sejak dua pekan terakhir.
Seperti diketahui, gunung yang terletak di perbatasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat-Kabupaten Subang itu mengalami erupsi pada 26 Juli. Kemudian, erupsi lanjutan terjadi pada 1 Agustus.
Hingga saat ini, PVMBG belum menurunkan status level II atau waspada karena aktifitas kegempaan (tremor) kawah ratu masih berlangsung dengan amplitudo dominan 45 mm. Mayoritas abu vulkanik menempel pada permukaan daun yang menghadap ke atas seperti bagian pucuk.
Saepuloh (51), Mandor Besar PTPN VII Sukawana mengatakan, abu vulkanik menutupi kebun teh saat erupsi besar kali pertama. Jika dibiarkan abu menempel kuat di atas daun dan memaparkan debu saat di panen.
“Kalau yang pertama tebal sekali ada satu centimeter menutup daun, kalau sekarang relatif bersih sebagian terbawa angin. Tapi tetap mengganggu kesehatan,” kata Saepuloh, Rabu (14/8/2019).
Akibat dampak erupsi berkepajangan itu, pemetik teh yang mayoritas bekerja sebagai Tenaga Harian Lepas (THL) di PTPN VIII Sukawana disarankan untuk selalu menggunakan masker saat beraktivitas. “Jarak dari kawah ratu ke pemukiman itu sekitar tujuh kilometer, tetapi mungkin saat erupsi angin membawa abu kesini,” jelasnya.
Menurutnya, usai di panen pucuk teh harus melalui proses pembersihan dengan cara di cuci dengan cara di semprot air. Penyemprotan langsung di kebun pernah dilakukan namun abu tetap sulit hilang.
Sedangka menurut, Yuyun Subarnas (51) pemetik teh yang tinggal di Kampung Sukawana berjarak tujuh kilometer dari sebelah barat kawah ratu mengaku, kiriman debu vulkanik yang terbawa dari Gunung Tangkuban Parahu sangat terasa bagi kesehatan sejak erupsi besar 26 Juli 2019.
“Kalau masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III suka batuk, sesak kemudian mata kesat,” tuturnya saat ditemui di perkebunan Sukawana.
Paparan abu bukan hanya mengganggu saluran pernapasan dan kulit saja, abu vulkanik juga banyak menempel di daun pohon teh dan rumput pakan ternak.
“Iya ini rumput hasil ngarit harus dicuci dulu, kan abunya nempel, kalau yang melakukan pemeriksaan kesehatan belum ada,”ujarnya.
Hingga saat ini, paparan abu kerap dirasakan warga dan mereka berinisiatif mengenakan masker saat beraktivitas.
Ia berharap erupsi Gunung Tangkuban Perahu segera mereda, pasalnya sebelum dinyatakan status normal warga sekitar khawatir dampak erupsi terus mengganggu kesehatan dan tidak was-was saat melakukan aktivitas memetik teh. “Katanya terbawa angin sampai ke sini. Keinginan warga ya segera normal lagi,” pungkasnya.