Importir Diminta Waspadai Pihak Pencatut Pejabat Negara

Mendag Enggartiasto Lukita (Dery Ridwansyah/JawaPos.com)

Mendag Enggartiasto Lukita (Dery Ridwansyah/JawaPos.com)

POJOKBANDUNG.com, JAKARTA – Importasi dilakukan dengan prinsip transparan dan pemberian sanksi blacklist bagi pelanggar. Untuk itu, pengusaha diminta untuk waspada serta tak meladeni pihak yang mengaku bisa mengurus kuota impor bermodus membawa nama pejabat negara.


Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, semua proses impor bisa diakses publik di website Kemendag. Dia mengaku heran tetap saja ada kasus suap yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di lain pihak, jajarannya diminta untuk mengecek importir yang terjaring oleh lembaga antirasuah.

Dari penelusuran, diduga ada kerabat dari yang bersangkutan melakukan importasi nakal bahkan sudah ada putusan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan itu. “Kepada mereka yang jualan nama penyelenggara negara, agar jangan lagi melakukan. Karena aparat hukum, dan KPK pastinya juga melihat semua,” kata Enggar di Jakarta, belum lama ini.

Enggar mengungkapkan proses impor bawang putih dimulai dengan rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Dalam RPIH itu juga ada poin wajib tanam 5% dari kuota impor. Setelah itu dipenuhi dan ada verifikasi, baru ke Kementerian Perdagangan.

Kebutuhan bawang putih di Indonesia per tahun sekitar 490 ribu ton. Pada 2018 terbit RPIH total 938 ribu ton. Dari jumlah itu dikeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kemendag 600 ribu ton. Kelebihannya untuk cadangan awal tahun 2019.

Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan bahwa kasus korupsi suap pengurusan kuota dan perizinan impor bawang putih sangat menarik. Hal itu karena ada nama Nyoman Dhamantara, anggota Komisi VI DPR yang dapat dianggap mampu untuk menjadi ‘jembatan’ pengurusan izin dari tersangka lainnya, yakni Chandry Suanda alias Afung.

Padahal, kata Ray, sejatinya urusan kuota dan izin impor menjadi kewenangan sepenuhnya dari kementerian terkait. Sehingga, seharusnya sudah tidak ada campur tangan dari anggota DPR atau oknum-oknum tertentu untuk ‘bermain’.

Oleh karena itu, kata dia, diperlukan ketegasan lagi yang menyatakan agar tidak ada lagi pihak nakal yang memanfaatkan untuk korupsi. “DPR seharusnya sudah tidak lagi mengurusi sampai ke satuan tiga (teknis). Korupsi akhir-akhir ini masuk ke satuan teknis, harganya berapa, kuotanya berapa, negaranya mana saja, hingga mana saja daerah yang akan diberikan,” ungkap dia.

Direktur HICON Law & Policy Strategic, Hifdzil Alim menilai apa yang dilakukan Kemendag, terkait perusahaan yang akan menjadi importir sudah cukup baik, namun harus diperbaiki dalam beberapa hal. Dia mencontohkan terkait masukan masyarakat mengenai adanya perusahaan yang diduga masuk daftar hitam diumumkan secara terbuka.

(azs/jpc)

Loading...

loading...

Feeds