POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang sudah ketuk palu pada 21 Maret 2019.
Perda tersebut jadi upaya melaksanakan ketentuan pasal 52 Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Kepala Dinas Perkebunan Jawa Barat, Dody Firman Nugraha mengatakan dengan adanya sejumlah peraturan tersebut tidak berpengaruh kepada keberlangsungan komoditi tembakau di Jabar.
“Tidak ada pengaruh karena pasarnya sudah jelas. Pasarnya bukan hanya untuk rokok saja untuk tembakau yang dihasilkan oleh petani Jabar. Jadi mereka punya pasar sendiri kalau pun ada pembatasan soal rokok,” ujar Dody, kemarin.
Sedikitnya ada 12 daerah di Jabar sebagai sentra penghasil tembakau, yaitu Bandung, Bandung Barat, Ciamis, Cianjur, Garut, Kota Tasikmalaya, Tasikmalaya, Kuningan, Majalengka, Pangandaran, Subang dan Sumedang. Berdasarkan data 2017 lalu, Dody sampaikan, untuk komoditi tembakau terdapat 10.106 hektare luas lahan perkebunan dan menghasilkan 8.498 ton atau rata-rata 910 kilogram per hektare.
Dody tak menampik, jumlah tersebut memang masih di bawah provinsi penghasil tembakau lainnya, sebut saja Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Tengah (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun secara kualitas, tembakau Jabar boleh diadu.
“Jadi kalau memang kualitas tembakau NTT atau NTB ingin bagus harus dicampur dengan tembakau kita, maka harganya naik,” katanya.
Kualitas tembakau di Jabar, menurut dia, tak terlepas dari para petani di Jabar yang sangat telaten dalam memperlakukan pohon tembakau dari mulai produksi hingga proses panen. Terlebih, Jabar pun memiliki karakter tanah dan varietas tembakau yang unggul.
“Varietas ya berpengaruh juga tapi kalau dengan perlakuan tanpa ada sentuhan teknologi nggak akan optimal,” kata dia.
Dengan adanya sejumlah peraturan mengenai rokok, menurutnya, tidak memberikan pengaruh besar terhadap keberlangsungan petani tembakau di Jabar. Mengingat, komoditi tembakau tidak melulu digunakan untuk industri rokok.
“Jangan berpikir tembakau hanya untuk rokok, untuk parfum, obat juga. Bahkan minyak tembakau ini harganya mahal,” katanya.
Hanya saja, dia tak menampik, akses jalan produksi menuju perkebunan tak terkecuali tembakau rata-rata tidak mulus dan perlu ada perbaikan. Menurut Dody, kondisi ini tak berbeda jauh dengan yang dialami oleh sektor peternakan maupun pertanian.
“Apakah di pertanian tanaman pangan ataupun peternakan akses jalan biasanya ke kawasan produksi itu perlu perbaikan. Tapi enggak semua juga,” pungkasnya.